Pengacara Kopperson Soroti Etika Hakim dalam Putusan Non-Eksekusi, Siap Laporkan Para  Hakim  ke MK dan Pengawas Peradilan atas Dugaan Konflik Kepentingan

News83 views

KendariLumbunsuaraindonesia.com Polemik sengketa lahan Tapak Kuda di Kota Kendari kian memanas. Setelah dua kubu saling beradu tafsir hukum, kini persoalan merembet ke ranah etik peradilan. Kuasa hukum Koperasi Perikanan dan Perempangan Soenanto (Kopperson), Dr. Abdul Rahman, S.H., M.H., menyoroti keputusan Pengadilan Negeri (PN) Kendari yang menetapkan perkara mereka sebagai non-executable atau tidak dapat dieksekusi, hanya beberapa hari setelah kepala pengadilan baru menjabat.

Dalam konferensi pers yang digelar Selasa malam, 11 November 2025, Abdul Rahman membantah tiga poin utama yang disampaikan kuasa hukum Hotel Zahra sekaligus mengungkap dugaan kejanggalan dalam proses hukum yang berlangsung di PN Kendari.

Kepala Pengadilan Negeri Kendari yang baru menjabat kurang dari seminggu tiba-tiba langsung menetapkan status non-eksekusi. Ini sangat mencurigakan, ujarnya.
Kami menduga ada perilaku hakim yang tidak wajar, bahkan tersirat adanya konflik kepentingan di antara para hakim tersebut, imbuhnya.

Dr. Abdul Rahman, SH,MH menegaskan, pihaknya akan mengambil langkah hukum lanjutan dengan melaporkan dugaan pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang kepada Mahkamah Konstitusi (MK) serta lembaga pengawasan peradilan, termasuk Hakim Pengadilan Tinggi yang dinilai tidak menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana mestinya.

Baca Juga:  Pj. Gubernur : Lestarikan Dan Promosikan Kuliner Khas Sultra Sehingga Jadi Kekuatan Ekonomi.

Sejak Kopperson memenangkan perkara ini, saya melihat ada upaya menghambat pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Karena itu, kami akan melaporkan semua pihak terkait agar keadilan tidak dipelintir, tegasnya.

Dua Klasifikasi HGU : Beda Sumber, Beda Perlakuan.”
Dalam kesempatan yang sama, Abdul Rahman menjelaskan kembali dasar hukum terkait Hak Guna Usaha (HGU) yang menjadi pokok perdebatan dalam sengketa Tapak Kuda. Ia menyebut bahwa kuasa hukum Hotel Zahra hanya berpegang pada satu dokumen dan belum memahami secara utuh konteks serta kronologis hukum lahan tersebut.

Saya bisa memahami pernyataan pengacara Hotel Zahra, karena dia hanya memiliki dokumen yang tidak lengkap tentang kronologis sengketa Tapak Kuda, termasuk validitas dokumen yang dia pegang, ujarnya.

Abdul Rahman menambahkan, meskipun di setiap HGU memang tertulis “tanah Negara”, namun Peraturan Menteri Agraria Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 5 hingga 81 menjelaskan bahwa terdapat dua klasifikasi HGU yakni HGU yang berasal dari tanah negara dan HGU yang berasal dari perolehan hak atas tanah.

Baca Juga:  HUT KompasTV, Kapolri: Semoga Semakin Menggelorakan Semangat Persatuan

Menurutnya, bagi pemohon HGU yang berasal dari hak milik, mereka wajib terlebih dahulu melepaskan status kepemilikannya menjadi tanah negara. Setelah masa HGU berakhir, lahan dikembalikan kepada pemilik asal jika alas haknya sah secara hukum.

Jadi tidak bisa semua lahan diklaim tanah negara hanya karena tertulis begitu dalam dokumen HGU,” tegas Abdul Rahman yang juga menjabat Ketua DPC Peradi Kota Kendari.

Surat BPN Jadi Objek Gugatan di PTUN
Selain soal tafsir HGU, kuasa hukum Kopperson juga meluruskan salah paham terkait rencana gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia menegaskan bahwa bukan penetapan PN Kendari yang digugat, melainkan surat Badan Pertanahan Nasional (BPN) tertanggal 27 Oktober 2025.

Yang di PTUN itu bukan penetapan pengadilan, tapi surat BPN yang menjadi dasar PN Kendari mengeluarkan penetapan non-executable. Surat itu jelas menimbulkan akibat hukum bagi masyarakat, jelasnya.

Menurutnya, surat dari BPN termasuk objek tata usaha negara, karena merupakan keputusan administratif yang berdampak langsung pada hak masyarakat. Abdul Rahman memastikan bahwa pihaknya akan mengajukan gugatan tersebut pada Kamis, 13 November 2025.

Baca Juga:  Demi Kenyamanan Arus Lalulintas Kapolres Konut Kerahkan Personil Urai Antrian Panjang Kendaraan

Langkah Kasasi ke Mahkamah Agung
Selain rencana gugatan ke PTUN, kuasa hukum Kopperson juga menyiapkan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan penetapan non-eksekusi PN Kendari. Langkah ini, kata dia, merupakan hak hukum yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Agung.

Hari Kamis ini juga kami akan mendaftarkan permohonan kasasi. Kami menilai keputusan PN Kendari sarat dengan penyalahgunaan wewenang dan kesalahan penafsiran hukum, ujarnya.
“Apa pun bentuknya, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap wajib dieksekusi. Tidak boleh ada intervensi.”

Sengketa Tapak Kuda: Persilangan Kepentingan di Lahan Strategis
Sengketa lahan Tapak Kuda telah berlangsung bertahun-tahun dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari koperasi, investor, hingga masyarakat pesisir. Kawasan ini disebut-sebut sebagai wilayah strategis di jalur pengembangan wisata dan ekonomi baru Kota Kendari.
Namun, di balik nilai ekonominya, Tapak Kuda juga menjadi simbol rumitnya tumpang tindih kepemilikan tanah di Indonesia, di mana sertifikat, HGU, dan hak adat sering bertabrakan dalam praktik.

. . . . . . . . . . . . . .

Komentar