Bupati Kolaka Timur Kena OTT KPK: Warga Sultra Muak,  Kami Tak Kaget Lagi!Lebih Kaget Kalau Pejabatnya Bersih

News439 views

Kendari – Lumbungsuaraindonesia.com Bupati Kolaka Timur, Abd Azis, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam dugaan kasus korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur. Ia diduga meminta komitmen fee sebesar 8 %, atau sekitar Rp 9 miliar, dari nilai proyek senilai Rp 126,3 miliar.

Menurut penjelasan dari Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, sejumlah uang telah ditarik oleh pihak rekanan (PT Pilar Cerdas Putra) dalam beberapa tahap. Salah satunya adalah uang tunai Rp 200 juta yang disita sebagai bagian dari fee tersebut.

Dengan alur kronologi suap bahwa Proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur dibiayai dari DAK Kemenkes senilai Rp 126,3 miliar.

Alur suap terjadi sejak hingga Januari–Agustus 2025, termasuk pengondisian lelang oleh Bupati bersama sejumlah pihak.

KPK telah menetapkan lima tersangka, termasuk Bupati Abd Azis, dan lima orang lainnya terkait penerimaan maupun pemberian uang suap.  Pembayaran melibatkan oknum AGD (PPK Proyek) menerima sekitar Rp 500 juta secara langsung dari pihak pelaksana yakni Deddy Karnadi (PT PCP), pelaksana proyek, menarik cek senilai Rp 1,6 miliar dan menyetor Rp 3,3 miliar lainnya.
Serta ditemukan uang tunai Rp 200 juta yang disita KPK.

Baca Juga:  Ke Markas POM Kendari, Kabid Propam Polda Sultra beri Kejutan Mendadak di Ultah TNI Ke - 79                           

Keberadaan sejumlah pihak selain Bupati seperti AGD dan Deddy Karnadi mengukuhkan modus suap yang lebih sistemik dan terbukti terstruktur.

Muh. Fahrul – Direktur Eksekutif Pilar Indonesia Sultra mengkritik lambannya tindak lanjut hukum atas kasus Bupati Koltim. Menurutnya, tindakan Kejari Kolaka hanya formalitas untuk memenuhi tuntutan publik, bukan untuk menegakkan hukum secara serius.

Atas tragedi ini warga Sulawesi Tenggara tak lagi keluar tangis airmatanya bukan karena tak peduli, tapi karena hati sudah beku karena hanya menambah deretan luka lama.  Ini bukan kejutan lagi, ini kebiasaan buruk, hanya menambah daftar panjang pejabat Sultra yang digulung OTT dalam satu dekade terakhir.

Baca Juga:  Kapolri Laporkan Direktorat PPA PPO Hingga Sinergitas TNI-Polri Kepada Presiden

Mungkin,  kalau di daerah lain OTT jadi berita besar, di Sulawesi Tenggara justru terasa seperti rutinitas.  Lebih kaget kalau para pejabat kita bersih, tambahnya.

Sampai kapan warga Sulawesi Tenggara harus menonton drama yang sama? Aktornya berganti, panggungnya tetap, alurnya bisa ditebak: pejabat ditangkap KPK, rakyat kecewa, kasus meredup. OTT Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, hanyalah episode terbaru dari serial panjang korupsi di Bumi Anoa, ujar Fahrul.

Opini publik pun bermunculan dengan cerminan rasa capek dan skeptisnya masyarakat terhadap berulangnya OTT pejabat di Sultra, seolah sudah menjadi rutinitas yang merusak kepercayaan publik.

Sementara itu, Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem dan tokoh politik senior, mengecam cara KPK menangani kasus ini. Ia menyebut tindakan KPK berpotensi “menghancurkan reputasi” tanpa bukti kuat dan bermain dalam “panggung sandiwara” yang kontraproduktif.

Baca Juga:  Cipta Kondisi Jelang Pilkada Damai, Polres Kolaka Amankan Terduga Pelaku Penikaman

OTT KPK terhadap Bupati Koltim menuai berbagai komentar Publik dari Media Sosial di sebuah forum online, salah seorang pengguna menyindir bahwa korupsi telah menjadi “klasik” dalam politik Indonesia:

Reaksi dari Partai NasDem menekankan prinsip praduga tak bersalah, namun tetap mendukung pemberantasan korupsi asalkan dilakukan dengan hormat dan profesionalisme, bukan dengan drama atau framing di publik. Salah satu juru bicara menyatakan:

Mari kita menghormati proses hukum… dilarang… tidak boleh cari-cari kesalahan.

Penutup ;

OTT Bupati Kolaka Timur hanyalah satu bab dari buku panjang korupsi di Sulawesi Tenggara. Aktornya berganti, ceritanya sama, akhir ceritanya bisa ditebak. Pertanyaannya, sampai kapan rakyat harus membayar mahal harga korupsi, sementara pejabat terus bermain di atas penderitaan publik..??

Redaksi :  9 Agustus 2025.
***LM@***

. . . . . . .

Komentar