Sultra – Lumbungsuaraindonesia.com Suasana tegang mewarnai kegiatan konstatering atau pencocokan objek lahan di kawasan Tapak Kuda, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, pada Kamis (30/10/2025). Kegiatan yang melibatkan pihak Koperasi Personil (Kopperson) itu sempat diwarnai adu mulut dan nyaris berujung bentrok dengan sekelompok warga lokal yang menolak kehadiran mereka di lokasi.
Menurut pantauan di lapangan, aparat kepolisian turut mengawal jalannya proses konstatering untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, situasi tetap memanas setelah beberapa warga berusaha menghalangi langkah tim Kopperson menuju area yang menjadi objek sengketa.
Kopperson Klaim Dihalang dan Diteror Warga.
Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung, menegaskan bahwa kehadiran pihaknya ke lokasi Tapak Kuda semata-mata untuk melakukan konstatering atau pencocokan objek tanah sesuai dengan putusan pengadilan. Ia membantah tudingan bahwa pihaknya datang dengan niat provokatif atau membawa senjata.
Kami datang dengan niat baik, tidak ada yang membawa senjata tajam atau melakukan kekerasan. Justru pihak sebelah yang melakukan perlawanan. Kami melihat langsung, ada yang membawa parang, busur, dan balok, ujar Fianus kepada awak Media.
Fianus menambahkan, seluruh kejadian di lapangan telah direkam oleh tim mereka dan akan dijadikan bukti resmi dalam laporan ke pihak berwajib.
Kami punya rekaman sebagai bukti bahwa kami yang menjadi korban intimidasi. Semua sudah terdokumentasi, tegasnya.
Lahan yang menjadi objek sengketa di kawasan Tapak Kuda tersebut memiliki luas sekitar 249.021 meter persegi, dengan sebagian kecil sekitar 3 hektareterletak di Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari. Berdasarkan informasi yang dihimpun, lahan itu telah melalui proses hukum panjang dan bahkan telah dieksekusi berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Kendari.
Namun, eksekusi lahan itu rupanya belum menyelesaikan persoalan di lapangan. Sejumlah warga yang mengaku sebagai pemilik dan penggarap lama tetap menolak klaim Kopperson atas tanah tersebut. Mereka menilai, ada kejanggalan dalam proses penerbitan dokumen dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Seorang warga yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa masyarakat setempat merasa belum pernah dilibatkan dalam proses hukum terkait lahan yang mereka tempati.
Kami tinggal di sini sudah puluhan tahun. Tiba-tiba ada yang datang bilang ini tanah mereka. Kami tidak pernah tahu soal putusan pengadilan itu, ujarnya dengan nada kesal.
Sementara itu, aparat kepolisian dari Polresta Kendari telah diterjunkan untuk menjaga keamanan di lokasi dan mencegah terjadinya bentrokan lebih lanjut. Pihak kepolisian juga disebut sedang mempelajari rekaman video yang diserahkan oleh kedua belah pihak sebagai bahan penyelidikan.
Aktivis lingkungan dan agraria di Kendari meminta pemerintah kota maupun provinsi turun tangan sebagai mediator untuk mencegah eskalasi konflik di kawasan tersebut. Sengketa lahan di Tapak Kuda, menurut mereka, mencerminkan lemahnya tata kelola pertanahan dan penegakan keadilan bagi masyarakat kecil.
Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi. Pemerintah harus hadir, bukan hanya sebagai penonton, tapi sebagai penengah yang adil,” kata salah satu aktivis dari jaringan masyarakat sipil di Kendari.
Catatan Redaksi.
Konflik agraria di kawasan perkotaan seperti Tapak Kuda menunjukkan betapa kompleksnya persoalan kepemilikan tanah di tengah pertumbuhan kota. Sengketa antara koperasi, investor, dan masyarakat lokal sering kali berakar pada tumpang tindih sertifikat, lemahnya verifikasi dokumen, serta kurangnya partisipasi publik dalam setiap proses hukum.
Redaksi akan terus memantau perkembangan kasus ini, termasuk tindak lanjut laporan Kopperson ke pihak kepolisian dan langkah mediasi yang mungkin dilakukan oleh Pemerintah Kota Kendari.


 .
.
 .
.
 .
.
 .
.
 .
.
 .
.
 .
.
 .
.
 .
.
 .
.
 .
.
 
  
          



Komentar