Dari Konstatering Hingga Pot Bunga: Jejak Panjang Kejanggalan yang Mengarah ke Dugaan Kriminalisasi KOPPERSON”

News41 views

Kendari-Lumbungsuaraindonesia.com Selama perjalanan panjang perjuangan hukum KOPPERSON, publik semakin melihat rangkaian kejanggalan yang terlalu konsisten untuk dianggap sebagai kebetulan. Sejak awal, siapa yang melanggar hukum dan siapa yang menjadi korban sesungguhnya sudah sangat jelas. Namun hingga kini, tidak ada tindakan tegas, tidak ada proses hukum, dan tidak ada penyikapan objektif dari aparat terhadap pihak-pihak yang nyata melakukan pelanggaran.

Sebaliknya, yang muncul justru adalah pola-pola yang seakan dirancang untuk melemahkan KOPPERSON.
Serangan personal terhadap kuasa khusus, penghalangan kegiatan konstatering yang memiliki dasar hukum, hingga sikap berbeda aparat di lapangan saat berhadapan dengan pihak lain—semua ini telah menjadi catatan publik.

Perbedaan perlakuan terlihat jelas.
Ketika Pemprov melakukan konstatering di lahan PGSD, pengamanan sangat ketat dan terkoordinasi. Namun ketika KOPPERSON melakukan konstatering yang memiliki legitimasi sama, pengamanan justru longgar, massa dibiarkan mendekat, dan relawan berada dalam situasi tidak aman. Perbandingan ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa standar keamanan berubah tergantung siapa yang meminta?

Baca Juga:  114 Personel Polres Konawe Utara Laksanakan Pengamanan Rangkaian Hut Ke-18 Kabupaten Konut

Informasi dari sejumlah pihak kredibel bahkan menyebut adanya indikasi oknum aparat yang diduga turut terlibat dalam dinamika ini. Jika benar demikian, hal tersebut tentu sangat memprihatinkan, karena institusi penegak hukum seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjamin keadilan.

Hampir 800 massa KOPPERSON pernah bersiap melakukan pengawalan demi keselamatan, namun justru diminta “bersabar”. Sementara pihak lain membawa parang, tombak, busur, dan pentungan tanpa adanya tindakan signifikan. Hingga kini, tidak ada langkah tegas terhadap ancaman tersebut.

Di tengah situasi yang sudah janggal ini, muncul pula upaya kriminalisasi yang semakin menegaskan arah tekanan terhadap KOPPERSON. Selain kasus pot bunga yang nilainya bahkan tidak sampai Rp250.000, kini salah seorang anggota Relawan Keadilan—Ketua Ormas Tapak Kuda—juga dipanggil oleh Polda Sultra dengan tuduhan pemukulan berdasarkan laporan Pengadilan Negeri Kendari.

Baca Juga:  Forum Komunikasi Ormas Sultra Gelar Deklarasi Pemilu Damai 2024

Padahal rekaman CCTV dengan jelas memperlihatkan bahwa tidak ada pemukulan, melainkan hanya dorong-mendorong antara aparat kepolisian dan massa KOPPERSON akibat kondisi lapangan yang chaos. Fakta visual ini semakin menguatkan dugaan bahwa laporan-laporan tersebut bukan lahir dari kejadian objektif, tetapi lebih sebagai alat untuk menekan dan melemahkan relawan.

Ironisnya, ketika masyarakat menuntut hak berdasarkan putusan inkrah, yang muncul justru laporan-laporan kecil yang dipaksakan, sementara pelanggaran besar oleh pihak lain justru dibiarkan. Publik pun bertanya:
Apakah keadilan di negeri ini hanya diterapkan ketika menguntungkan pihak tertentu?

Fianus Arung, kuasa khusus KOPPERSON, kembali menegaskan:

> “Pot bunga yang mana yang saya rusakkan? Saksi siapa dulu? Kalau saksi dari pihak pengadilan, tentu mereka punya sentimen terhadap massa KOPPERSON. Ratusan saksi dari pihak kami tidak melihat pot yang rusak—kecuali pot yang jatuh, dan itu pun tidak rusak kecuali dirusak kemudian oleh oknum yang mengaku saksi.” — Fianus Arung

Baca Juga:  KUASA HUKUM WARGA TAPAK KUDA KEHABISAN PELURU HUKUM, BERLINDUNG DI BALIK OPINI KOSONG

 

Catatan ini juga berdiri di atas fakta lain bahwa kaca Pengadilan Negeri pernah pecah akibat massa lain, namun tidak ada proses hukum serius atau tindakan tegas yang terlihat. Perbandingan ini memperjelas adanya standar ganda yang menciderai integritas penegakan hukum.

Rakyat melihat.
Relawan melihat.
Dan sejarah mencatat.

Jika benar ada upaya membungkam perjuangan KOPPERSON melalui rangkaian laporan yang tidak proporsional, maka hal tersebut bukan hanya masalah hukum, tetapi persoalan moral dan integritas institusi negara.

Namun satu hal pasti:

KOPPERSON tidak akan mundur.
Fianus Arung sebagai kuasa khusus, bersama tim hukum dan Relawan Keadilan, akan terus berdiri, terus melawan, dan terus memperjuangkan hak masyarakat.

Keadilan dapat ditunda, dipelintir, dihimpit,
tetapi tidak dapat dibunuh.

Perjuangan ini tidak akan berhenti
hingga kebenaran tegak
dan ketidakadilan tumbang sepenuhnya.

. . . . . . . . . . . . . .

Komentar