Jabatan Siluman di Era ASR: Kontroversi Staf Tambahan ASR yang Diduga Mengatur Proyek APBD”

News515 views

Munculnya Staf Tambahan Tanpa Dasar Hukum di Lingkar Pemprov
Kendari/Lumbungsuaraindonesia.com
Barisan Pemuda Kepulauan (BPK) Sulawesi Tenggara akan menggelar aksi demonstrasi pada Ahad, 16 November, untuk menyoroti dugaan penyimpangan struktur organisasi di lingkup Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara. Aksi ini berfokus pada tuntutan agar Gubernur Andi Sumanggerukka (ASR) segera menghentikan dan memulangkan seorang staf ahli berinisial Jenderal P, sosok yang disebut-sebut ikut memonopoli alur kebijakan dan proyek pemerintah daerah.

Menurut BPK, keberadaan Jenderal P telah menimbulkan kegaduhan serius. Figur tersebut ditengarai bukan hanya masuk terlalu jauh ke ranah teknis pemerintahan, tetapi juga aktif “mengatur” dan “mengendalikan” sejumlah proyek APBD. Padahal secara struktural, peran itu bukan berada di tangan seorang staf ahli, apalagi seorang “koordinator” staf ahli—sebuah jabatan yang tidak pernah ada dalam regulasi pemerintahan daerah.

Baca Juga:  Mabes Polri Gelar Zoom Meeting Rencana Penanaman Jagung Serentak untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Sosok Misterius yang Melampaui Kewenangannya.

Informasi yang berkembang dimasyarakat dan perbincangan publik terungkap bahwa Jenderal P bukan warga Sulawesi Tenggara, tidak memiliki latar belakang birokrasi, dan tidak pernah bertugas di wilayah Bumi Anoa. Dengan demikian, publik semakin bertanya-tanya: atas dasar apa sosok ini diberi posisi strategis di lingkar kekuasaan pemprov?

BPK menilai penempatan Jenderal P sebagai koordinator staf ahli merupakan bentuk rekayasa jabatan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pemerintah daerah sebenarnya telah memiliki tiga staf ahli resmi setingkat eselon II, lengkap dengan alokasi anggaran APBD. Namun, pemerintahan ASR justru menambah struktur baru yang tak dikenal dalam sistem, hal ini adalah sebuah tindakan yang memunculkan tanda tanya besar terkait motif dan kepentingannya.

Baca Juga:  Kapolri: Rapim Tahun Ini Fokus Membahas Penguatan Ekonomi dan Pangan

Ini bukan hanya aneh, tetapi juga tidak lazim dan berpotensi melanggar aturan. Jabatan ini seperti dibuat-buat, dan baru muncul dalam pemerintahan ASR–Hugua, tegas BPK.

Kritik untuk DPRD: Diamnya Pengawas Anggaran dan Pemerintahan.

Selain menyoroti Gubernur ASR, BPK juga menembak langsung fungsi pengawasan DPRD Sulawesi Tenggara. Menurut mereka, lembaga legislatif seolah memilih bungkam terhadap munculnya jabatan ilegal tersebut.

DPRD seharusnya menjadi garda terdepan memastikan bahwa struktur birokrasi berjalan sesuai aturan. Namun dalam kasus ini, mereka seperti buta, tuli, atau bahkan sengaja membiarkan. Ada apa dengan DPRD? Mengapa pembiaran ini terjadi?  kritik ketua BPK dalam pernyataan persnya.

Diamnya DPRD dinilai memperpanjang praktik maladministrasi, membuka ruang penyimpangan anggaran, serta melemahkan akuntabilitas pemerintahan.

Tuntutan Pemuda Kepulauan : Sikat Jabatan Ilegal, Pulangkan Aktornya

Baca Juga:  Demi Makmurkan Masjid, Polres Konawe Utara Laksanakan Program Khatam Al-Quran.

Melalui aksi yang akan digelar, BPK menuntut Gubernur ASR untuk:

Menghapus jabatan koordinator staf ahli, karena tidak memiliki dasar hukum dalam struktur pemerintahan daerah.

Memulangkan Jenderal P dari lingkungan kerja Pemprov Sultra, agar birokrasi tidak lagi dikendalikan figur yang tidak memiliki legitimasi resmi.

Memulihkan profesionalitas dan transparansi, terutama dalam pengelolaan proyek APBD dan pengambilan kebijakan strategis.

BPK menegaskan bahwa birokrasi tidak boleh menjadi arena eksperimen jabatan, apalagi diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki rekam jejak, kompetensi, maupun tanggung jawab formal dalam sistem pemerintahan.

Daerah ini tidak boleh dikendalikan oleh tangan-tangan gelap yang berada di luar struktur resmi. Sulawesi Tenggara butuh tata kelola yang bersih, bukan praktik semu yang merusak kepercayaan publik, tutup, koordinator Barisan Pemuda Kepulauan.

. . . . . . . . . . . . . .

Komentar