Eks Hakim PN Surabaya, di Berhentikan Tidak Hormat karena Korupsi tapi Rejeki tak Kemana, 2 Tahun Kemudian jadi ASN Lagi

News271 views

Surabaya-Lumbungsuaraindonesia.com Publik dikejutkan dengan kabar diaktifkannya kembali mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pengadilan. Padahal, Itong sebelumnya divonis bersalah dalam kasus korupsi dan sempat menjalani hukuman penjara.

Pengangkatan kembali Itong sebagai ASN ditegaskan melalui Surat Keputusan (SK) Mahkamah Agung (MA) tertanggal 7 Agustus 2025, yang baru diterima PN Surabaya pada akhir bulan lalu. Dalam SK tersebut, Itong ditempatkan sebagai analis perkara peradilan di bagian kepaniteraan.

Juru bicara PN Surabaya membenarkan informasi tersebut, namun menegaskan bahwa hingga kini Itong belum mulai aktif bekerja karena masih menunggu penugasan resmi dari Ketua PN.

Jejak Korupsi Itong Isnaeni Hidayat ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2022. Saat itu, ia terbukti menerima suap terkait pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP).
Pengadilan Tipikor Surabaya kemudian menjatuhkan vonis 5 tahun penjara pada Oktober 2022, ditambah denda serta uang pengganti. Upaya banding dan peninjauan kembali ditolak, sehingga putusan berkekuatan hukum tetap.

Baca Juga:  Tangkap Pelaku Curanmor Saat Lepas Dinas, Personel Polda Lampung Dapat Hadiah Sekolah Inspektur Polisi dari Kapolri

Seiring kasus tersebut, Presiden melalui SK tertanggal 30 November 2023 memberhentikan Itong tidak dengan hormat dari jabatan hakim. Namun dua tahun berselang, ia kembali diangkat sebagai ASN di PN Surabaya melalui SK MA.

Langkah MA ini langsung memicu reaksi dan gelombang kritik yang sangat tajam, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menilai pengangkatan kembali Itong bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Praktisi Hukum Senior Surabaya, Dr. Sudiman Sidabukke, S.H., CN., M.Hum menyayangkan Surat Keputusan Mahkamah Agung (MA) menempatkan kembali mantan hakim dan terpidana ke Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaini Hidayat, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di PN Surabaya.

Pengacara senior ini mengaku terkejut sekaligus menilai langkah tersebut ironis. Menurutnya, kebijakan itu bertolak belakang dengan semangat pemberantasan korupsi dan penguatan integritas peradilan yang tengah digaungkan Ketua MA, Sunarto.

Baca Juga:  Polresta Kendari Gelar Patroli Gabungan Skala Besar dalam Rangka Cipkon Usai Pilkada Serentak

Pak Itong ini pernah terkena OTT KPK dan sudah menjalani hukuman. Secara stigma, beliau adalah seorang residivis. Kepercayaan masyarakat pasti sangat tipis jika beliau ditempatkan kembali di PN Surabaya, ucapnya,  Selasa, 27/8/2025, di hadapan insan Pers.

Ia menilai penempatan itu berpotensi melukai perasaan publik yang selama ini berharap pada bersihnya lembaga peradilan. Karena itu, ia menyarankan agar MA meninjau ulang keputusan tersebut.

Jika ingin memberi kesempatan secara kemanusiaan, sebaiknya ditempatkan di luar pulau atau daerah terpencil. Bukan di PN Surabaya yang sorotan publiknya sangat tinggi, harapnya.

Ia juga mempertanyakan aspek regulasi terkait status ASN bagi terpidana korupsi. Menurutnya, perlu ada penjelasan jelas apakah seorang pegawai negeri yang dijatuhi pidana lima tahun penjara masih berhak kembali bekerja sebagai ASN atau semestinya diberhentikan.

Ketua Bidang Hukum LIRA, Wiwid Tuhu, mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020 secara tegas melarang warga Negara yang pernah dipidana penjara minimal 2 tahun untuk diangkat kembali sebagai CPNS atau PNS.

Baca Juga:  Kampanye Terbatas di Buton Utara Berjalan Aman dengan Pengamanan dari Personel Polres

Pengangkatan ini berpotensi cacat hukum dan dapat dikategorikan sebagai maladministrasi. Ombudsman perlu turun tangan melakukan kajian, sementara aparat penegak hukum juga harus memeriksa jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang, ujar Wiwid, kepada Wartawan.

Publik menilai keputusan tersebut berpotensi merusak kredibilitas lembaga peradilan, terlebih karena menyangkut figur hakim yang sebelumnya tersandung kasus korupsi. Transparansi dan konsistensi penegakan aturan dinilai penting agar tidak menimbulkan preseden buruk dan rasa keadilan bagi ASN lainnya yang pernah tersandung hukum dan terpidana juga.

Hingga kini, Mahkamah Agung belum memberikan keterangan resmi yang menjawab kritik publik atas terbitnya SK pengangkatan kembali Itong Isnaeni Hidayat.

Redaksi : 28/8/2025
**LM@**

. . . . . . . . . . . . . .

Komentar