Sultra – Lumbungsuaraindonesia.com
Aktifis senior asal Sulawesi Tenggara, menyampaikan keprihatinan mendalam atas penangkapan sejumlah Mahasiswa asal Sultra di Jakarta yang tergabung dalam kelompok Mahasiswa 21. Aksi mereka sebelumnya berujung pada penyegelan Kantor Penghubung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra di Jakarta, sebagai bentuk protes terhadap janji Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) yang dinilai belum menepati komitmen membangun asrama mahasiswa Sultra di Jakarta.
Basri Matta menilai peristiwa itu harus dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh pihak, terutama pejabat publik, agar lebih bijak dan berjiwa besar dalam menghadapi kritik dari Mahasiswa maupun masyarakat.
Mahasiswa itu anak-anak kita, mereka datang membawa suara nurani, bukan kebencian. Jangan kita padamkan idealisme mereka hanya karena berbeda pandangan, ujarnya di Salahsatu Warkop Kota Kendari, Kamis, 9/10/2025.
Menurutnya, Kritik adalah Cermin, Bukan Ancaman.
Alumni Jogja ini menegaskan bahwa demonstrasi dan kritik Mahasiswa merupakan bagian dari kehidupan demokrasi yang sehat. Menurutnya, pejabat publik harus mampu menahan diri dan memandang kritik sebagai cermin untuk memperbaiki diri, bukan sebagai ancaman terhadap kewibawaan.
Menjadi pejabat itu bukan soal pangkat, tapi soal mental. Kalau dikritik lalu marah, berarti kita belum siap jadi pelayan publik. Kritik itu vitamin bagi demokrasi, tegas Pembina PMMI ini.
Basri Matta juga mengingatkan agar tindakan Hukum terhadap Mahasiswa dilakukan secara proporsional dan manusiawi, tanpa mengabaikan semangat kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Konstitusi.
Ia berpesan untuk ASR: Hadapilah setiap kritik dengan Kepala Dingin
Dalam konteks penahanan Mahasiswa, Basri Matta secara khusus menyampaikan pesan kepada Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) agar tetap tenang dan terbuka terhadap aspirasi.
Saya percaya Pak Andi punya kedewasaan politik. Beliau tokoh yang dihormati dan paham arti dialog. Maka, hadapilah mahasiswa dengan kepala dingin, bukan dengan jarak, ujarnya.
Ia menambahkan, pemenuhan janji publikterutama yang menyangkut kepentingan pendidikan dan kesejahteraan Mahasiswa adalah wujud tanggung jawab moral seorang pemimpin.
Kalau ada janji yang belum terealisasi, sebaiknya komunikasikan secara terbuka. Rakyat bisa memahami asal dijelaskan dengan jujur, pesan Basri.
Mahasiswa 21 dan Tuntutan Asrama di Jakarta.
Aksi penyegelan Kantor Penghubung Pemprov Sultra oleh kelompok Mahasiswa 21 berawal dari tuntutan agar Pemprov segera membangun asrama Mahasiswa Sultra di Jakarta, seperti yang pernah dijanjikan oleh Gubernur ASR.
Namun, hingga kini janji tersebut belum terealisasi sehingga memicu kekecewaan di kalangan Mahasiswa rantau.
Aksi yang berlangsung di Jakarta itu kemudian berujung pada penertiban oleh aparat, dan beberapa Mahasiswa dilaporkan diamankan untuk dimintai keterangan.
Peristiwa ini memicu simpati dari berbagai pihak, termasuk Basri Matta yang meminta agar kasus tersebut diselesaikan dengan dialog dan empati, bukan dengan kekerasan.
Kalau ada yang melanggar aturan, tentu harus diproses. Tapi jangan sampai Mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi justru diperlakukan tidak adil, katanya.
Refleksi Kepemimpinan: Rendah Hati di Tengah Kritik.
Basri Matta mengurai bahwa inti dari kepemimpinan adalah kemampuan untuk mendengar dan merangkul, bukan memperlihatkan kekuasaan.
Kita ini semua bersaudara, tidak ada pejabat tanpa rakyat, dan tidak ada rakyat tanpa kepemimpinan. Maka, marilah kita rawat hubungan ini dengan kasih, bukan dengan arogansi, ujarnya menutup pernyataannya.
Pernyataan Basri Matta tersebut menjadi pengingat di tengah situasi sosial politik yang kerap tegang: bahwa menjadi pejabat sejati berarti siap dikritik tanpa kehilangan martabat.
Sementara itu Arif LMA, Tokoh Pemuda Sultra, Pemerintah Harus Membuka Ruang Dialog
Menanggapi situasi tersebut, Arif menilai peristiwa penyegelan kantor penghubung Pemprov adalah bentuk ekspresi sosial akibat menumpuknya kekecewaan Mahasiswa terhadap janji yang belum ditepati.
Ini seharusnya jadi alarm bagi Pemprov Sultra, Mahasiswa tidak akan turun kalau ruang dialog masih terbuka. Ketika mereka memilih turun, artinya komunikasi sudah macet, ujarnya
Arif juga menegaskan pentingnya pemerintah daerah untuk memulihkan kepercayaan publik, terutama dengan mempercepat pembangunan fasilitas asrama yang selama ini menjadi simbol dukungan terhadap pendidikan anak daerah di perantauan, tutupnya dengan penuh harap.
Catatan Redaksi:
Pernyataan Basri Matta ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Mahasiswa dan Pemprov Sultra. Ia menegaskan bahwa dalam demokrasi, kebesaran hati pejabat dalam menerima kritik adalah fondasi kepemimpinan yang beradab.
Kritik, dalam pandangan Basri Matta, bukan serangan tetapi cermin bagi pejabat untuk bercermin pada janji yang belum ditepati.
**lm@**
Komentar