Kontras Rasa yang Tajam : DPR Nikmati Tunjangan Rp 50 Juta, Guru & Nakes di Pelosok Bertahan dengan Rentengan Ribu

News160 views

Jakarta – Lumbungsuaraindonesia.com Polemik tunjangan rumah anggota DPR RI sebesar Rp 50 juta per bulan memicu gelombang kritik publik. Pimpinan DPR menegaskan bahwa gaji pokok tidak naik sejak tahun 2000, namun publik tetap menyoroti besarnya angka tunjangan yang dinilai tidak sejalan dengan kondisi masyarakat di berbagai pelosok Indonesia.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menekankan bahwa perubahan ini hanyalah pengalihan fasilitas rumah dinas ke tunjangan perumahan. Gaji pokok tidak naik, hanya fasilitas rumah dinas dialihkan menjadi tunjangan perumahan, ujarnya.
Wakil Ketua DPR RI, Sufi Dasco menegaskan bahwa tunjangan tersebut hanya sampai pada oktober 2025 saja, ungkapnya.

Namun, di balik klarifikasi tersebut, realitas di lapangan menunjukkan jurang kesejahteraan yang lebar.
Bandingkan saja para Guru dan Tenaga Kesehatan yang bertaruh Nyawa di Pelosok dalam menunaikan tugasnya.

Di banyak wilayah pedalaman, tenaga kesehatan dan guru masih harus menempuh perjalanan berat demi menjalankan tugas. Ada yang menyeberangi sungai dengan rakit sederhana, meniti jembatan kayu rapuh, hingga berjalan kaki berjam-jam melewati hutan.

Baca Juga:  Manton Minta KPK RI Menindaklanjuti Laporan DPD GSPI Sultra Perihal Gedung Asrama Haji dan Jalan Lingkar Kota Kendari Sultra , Lumbung Suara Indonesia.com Revitalisasi pembangunan Gedung Asrama Haji Kota Kendari yang diduga Mangkrak kini terus menjadi perbincangan hangat oleh masyarakat luas maupun para aktivis Sulawesi Tenggara. Salah satunya yang disuarakan oleh Jaringan Nasional Mahasiswa Merdeka (JARNAS MM) pada Rabu, 05/04/2023, didepan Gedung Merah Putih KPK RI. Menanggapi hal tersebut, DPD GSPI Sultra, melalui Manton selaku Ketua Bidang Humas itu kembali mengingatkan pihak KPK RI agar segera menindaklanjuti laporan DPD GSPI Sultra yang di masukan ke KPK RI pada tanggal 20/03/2023 lalu, dengan Nomor 304.47/LP/DPD GSPI-SULTRA/III/2023, Terkait Gedung Asrama Haji yang Diduga Mangkrak dan paket pekerjaan lainnya. Rabu, 05/04/2023. Selain itu kata Manton, Pihaknya juga meminta kepada KPK RI agar memproses Laporan DPD GSPI Sultra, dengan Nomor 304.47/LP/DPD GSPI-SULTRA/III/2023, perihal "Pembangunan Jalan Lingkar Kota Kendari dengan Anggaran kurang lebih Rp. 69 Miliar. Meski demikian, Pihak Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat telah menanggapi laporan DPD GSPI Sultra melalui via WhatsAppnya yang bertuliskan, sebagai berikut : Yth. Pelapor Berdasarkan pengecekan kami, laporan Saudara sedang dalam proses verifikasi oleh petugas kami. Apabila telah selesai akan diberikan tanggapan melalui surat atau telepon kepada alamat/nomor kontak terlampir. Salam, Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK Demikian bunyi WhatsApp tersebut pada tanggal 27/03/2023 lalu. "Kami berharap, agar KPK RI segera memanggil dan memeriksa Kepala BPJN Sultra, Satker, PPK dan Pihak Kontraktor serta oknum - oknum yang diduga terlibat didalamnya, ini khusus laporan kami soal Pembangunan Jalan Lingkar Kota Kendari dengan anggaran sebesar Rp. 69 Miliar kurang lebih. Dan juga terkait Gedung Asrama Haji agar segera dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan lebih lanjut," Harap Manton.

Tenaga kesehatan di daerah perbatasan Papua harus mengarungi sungai untuk sampai ke puskesmas pembantu.

Guru honorer di pedalaman Kalimantan rela berjalan kaki 5–7 km setiap hari karena akses jalan rusak parah.

Di NTT, ada guru yang menyeberangi sungai dengan menggendong buku dan peralatan mengajar agar tidak basah.

Ironisnya, honor mereka seringkali hanya ratusan ribu hingga beberapa juta rupiah per bulan, jauh dari kata layak, apalagi dibandingkan penghasilan anggota DPR yang bisa mencapai Rp 100 juta per bulan setelah ditambah semua tunjangan.

Apa arti 80 Tahun Merdeka, Kesenjangan Masih Nyata.
Tahun 2025, Indonesia memasuki usia 80 tahun kemerdekaan. Namun, wajah kesejahteraan rakyat belum sepenuhnya merata. Guru dan tenaga kesehatan, pahlawan di garda terdepan pembangunan bangsa, masih bergulat dengan keterbatasan.

Baca Juga:  Kapolri Buka Kemala Run 2024 di Ice BSD di Ikuti Puluhan Ribu Peserta

Sementara itu, wakil rakyat di Senayan justru mempertegas kesenjangan dengan menerima tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan, di luar tunjangan komunikasi, keluarga, beras, hingga asisten ahli.

Sehingga Publik berteriak, ada Ketidakadilan yang Mencolok, Ketidakadilan yang belum sembuh yang diderita masyarakat kalangan bawah.

Kebijakan DPR ini menuai kritik luas. Lembaga seperti ICW menilai tunjangan perumahan terlalu besar dan tidak memiliki sensitivitas sosial. Bahkan, beban APBN akibat tunjangan ini diperkirakan mencapai Rp 1,74 triliun dalam lima tahun.

Seorang aktivis pendidikan menyebut kebijakan DPR ini sebagai “tamparan keras” bagi guru dan tenaga kesehatan di pelosok.

Ketika guru honorer masih dibayar Rp 500 ribu per bulan, DPR justru mendapat Rp 50 juta hanya untuk rumah. Ini mencederai rasa keadilan, ungkapnya.

Baca Juga:  Akbar Polo Sah Pimpin DPD Persatuan Jurnalis Indonesia Sulsel Periode 2024 - 2028

Menanti Empati dan Aksi Nyata DPR.
Kritik publik semakin keras bukan hanya soal nominal tunjangan, melainkan soal keteladanan dan kepekaan wakil rakyat. Publik berharap DPR tidak hanya fokus pada kenyamanan pribadi, tetapi juga memastikan guru, tenaga kesehatan, dan rakyat kecil mendapatkan kesejahteraan yang layak.

Indonesia sudah merdeka 80 tahun, namun kesejahteraan masih timpang. Pertanyaan besar pun muncul: apakah kemerdekaan ini sudah benar-benar memerdekakan rakyat kecil, atau baru menguntungkan segelintir elit?

Klarifikasi pimpinan DPR bahwa tidak ada kenaikan gaji pokok memang sahih secara administratif. Namun secara moral, realitas di lapangan berbicara lain. Tunjangan Rp 50 juta per bulan terasa sangat kontras dengan perjuangan guru dan tenaga kesehatan di pelosok negeri yang masih harus menyeberangi sungai demi mengabdi pada bangsa.

Redaksi : 27/8/2025
**LM@**

. . . . . . . . . . . . . .

Komentar