Bayar Denda Rp 2,09 Triliun Tak Menghapus Kejahatan: Perusakan Hutan Kabaena oleh PT TMS Wajib Diproses Pidana

News34 views

Kendari //Lumbungsuaraindonesia.com
Penjatuhan sanksi denda administratif sebesar Rp2,09 triliun kepada PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) tidak boleh dijadikan dalih untuk menghentikan proses hukum. Sebaliknya, denda tersebut justru menegaskan telah terjadinya kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.

PT TMS terbukti membuka dan menguasai kawasan hutan lindung seluas 172,82 hektare di Kecamatan Kabaena Timur untuk aktivitas penambangan nikel. Fakta ini menjadi dasar Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menjatuhkan kewajiban pembayaran denda triliunan rupiah.

Namun, penyelesaian kasus melalui jalur administratif semata dinilai sebagai bentuk pengaburan tanggung jawab pidana. Sebab, perbuatan tersebut telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

UU Kehutanan: Unsur Pidana Terpenuhi.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan secara tegas melarang perambahan dan penguasaan kawasan hutan lindung.

Dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a dan b, dinyatakan bahwa setiap orang dilarang:

mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; merambah kawasan hutan.

Larangan tersebut diperkuat dengan ancaman pidana dalam Pasal 78 ayat (2) dan (3), yang menyebutkan bahwa pelaku perusakan hutan lindung dapat dipidana penjara dan dikenakan denda pidana hingga miliaran rupiah.

Baca Juga:  Pemkot Kendari Diduga Keliru atas Pembayan Lahan bukan Pada Obyeknya. APH Diminta Segera Bertindak

Dengan dasar ini, perambahan hutan lindung oleh PT TMS tidak dapat direduksi hanya sebagai pelanggaran administratif.

Selain melanggar UU Kehutanan, aktivitas PT TMS juga memenuhi unsur pidana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a dan d, ditegaskan bahwa setiap orang dilarang:

melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;

melakukan pembukaan lahan dengan cara yang merusak lingkungan.

Sementara itu, Pasal 98 ayat (1) UU PPLH menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup dipidana dengan penjara dan denda hingga Rp10 miliar.

Lebih jauh, Pasal 116 UU PPLH menegaskan bahwa apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh korporasi, maka tuntutan pidana dapat dikenakan kepada badan usaha dan/atau pengurusnya.

Artinya, tidak hanya perusahaan sebagai entitas, tetapi juga direksi dan penanggung jawab kegiatan tambang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Baca Juga:  Dugaan Pencemaran Lingkungan PT TBS yang Sangat Menghawatirkan, DPRD Sultra akan Bentuk Pansus

Juru Bicara Satgas PKH, Barita Simanjuntak, menyebutkan bahwa Satgas telah menetapkan kewajiban pembayaran sebesar Rp29,2 triliun kepada 22 perusahaan tambang yang terbukti melanggar ketentuan kawasan hutan.

Dari jumlah tersebut, PT Tonia Mitra Sejahtera telah membayar Rp500 miliar dari total kewajiban sekitar Rp. 2,094 triliun.

Satu perusahaan, Tonia Mitra Sejahtera, sudah membayar Rp. 500 miliar,” kata Barita, dikutip dari Tempo.co, Senin (15/12).

Selain PT TMS, PT Stargate Pasific Resources, PT Adhi Kartiko Pratama, dan PT Putra Kendari Sejahtera juga dijatuhi denda ratusan miliar rupiah dan menyatakan kesiapan membayar. Sementara perusahaan lain seperti PT SBP, SPM, BMU, PSM, IAM, MAS, dan PT MOM meminta waktu tambahan, dengan nilai kewajiban mulai dari puluhan miliar hingga belasan triliun rupiah.

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran serius bahwa denda hanya dijadikan jalan pintas penyelesaian perkara, tanpa menyentuh akar kejahatan lingkungan.

Tambang Disegel, Pidana Belum Jalan.
Penetapan denda terhadap PT TMS dilakukan setelah Satgas PKH menyegel lokasi tambang nikel perusahaan tersebut pada Kamis, 11 September 2025. Penyegelan dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, didampingi Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Syahardiantono.

Baca Juga:  Cooling System Pilkada Damai Tahun 2024, Polres Konut Masifkan Giat Patroli Pos Mobile Jaga Kamtibmas Jelang Pemungutan Suara

Penyegelan ditandai dengan pemasangan plang larangan aktivitas, termasuk larangan jual beli dan penguasaan lahan tambang. Namun hingga kini, belum ada kejelasan mengenai kelanjutan proses pidana terhadap pelaku perusakan hutan lindung tersebut.

Pulau Kecil dalam Ancaman.
Pulau Kabaena merupakan pulau kecil dengan daya dukung lingkungan yang terbatas. Kerusakan hutan lindung di wilayah ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi ancaman langsung terhadap keberlanjutan ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal.

Pengalaman di Sumatra dan Kalimantan menunjukkan bahwa eksploitasi sumber daya alam tanpa penegakan hukum yang tegas hanya menyisakan kerusakan lingkungan, konflik agraria, dan kemiskinan struktural.

Kasus PT TMS menjadi ujian serius bagi negara. Apakah aparat penegak hukum berani menjalankan mandat undang-undang secara utuh, atau justru membiarkan kejahatan lingkungan ditebus dengan uang?

Jika hukum hanya berhenti pada denda, maka perusakan hutan Pulau Kabaena akan terus berulang. Dan ketika hutan habis, yang runtuh bukan hanya bentang alam, tetapi juga keadilan dan wibawa hukum negara.

. . . . . . . . . . . . . . . .

Komentar