Dr. Rahman, SH, MH : Ada Dugaan Penyalahgunaan Wewenang  Penetapan NON-EKSEKUTABLE, dan Persilangan Fakta Antar Lembaga

News13 views

Kendari/Lumbungsuaraindonesia.com Polemik keputusan pengadilan negeri Kendari non eksekusi atas Sengketa lahan tapak kuda antara Kopperson ( Koperasi Perikanan dan Perempangan (Kopperson) lewat Kuasa hukum Kopperson menilai Pengadilan Negeri (PN) Kendari telah menerbitkan Penetapan Non Executable secara cacat hukum, di tengah proses eksekusi yang disebut telah berjalan sesuai putusan inkrah.

Dalam konferensi pers di Kantor DPC PERADI Kota Kendari, Senin (10/12/2025), Ketua DPC PERADI Kendari sekaligus kuasa hukum Kopperson, DR. Abdul Rahman, S.H., M.H., menyampaikan kritik keras dan menyebut sejumlah kejanggalan terjadi dalam keputusan PN Kendari.

Mana mungkin ada penetapan Non Executable sementara tahapan eksekusi sudah berjalan? Penetapan itu seharusnya lahir sebelum perintah eksekusi, bukan setelahnya, ucap Rahman.

Yang membuatnya semakin heran, keputusan tersebut dibuat oleh Ketua PN Kendari yang baru dua hari menduduki jabatannya.

Saya heran. Ketua Pengadilan Negeri Kendari itu baru dua hari dilantik, tetapi sudah berani memutuskan non-eksekutable. Ini menimbulkan tanda tanya besar, tegasnya.

Baca Juga:  Dapat Laporan Dari Masyarakat Pada Program Sahabat Polri, Polres Kolaka Tangkap Pencuri Lintas Kabupaten

Rahman menegaskan bahwa pihaknya melihat indikasi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam penetapan tersebut. Ia menuding keputusan Ketua PN Kendari tidak hanya janggal secara prosedur, tetapi juga mengarah pada pelanggaran etik.

Ada penyalahgunaan kewenangan Ketua PN. Ada pelanggaran hukum, ada pelanggaran kode etik,” tegasnya.

Tidak berhenti di situ, Rahman menyatakan bahwa pihaknya juga akan melaporkan hakim pengawas dari Pengadilan Tinggi yang dinilai ikut bertanggung jawab dalam pengawasan proses eksekusi.

Hakim pengawas Pengadilan Tinggi juga akan kami laporkan. Mekanisme pengawasan eksekusi harus dilakukan dengan profesional, bukan seperti ini, ungkapnya.

Tim hukum Kopperson merinci tiga langkah hukum besar yang akan ditempuh:

1. Mengadukan Ketua PN Kendari ke Komisi Yudisial (KY)

Atas dugaan pelanggaran etik dan penyalahgunaan kewenangan.

2. Menggugat ke PTUN Kendari

Langkah ini menyasar surat atau dokumen dari BPN Kendari yang diduga dijadikan salah satu dasar oleh PN dalam menerbitkan penetapan Non Executable.

Baca Juga:  Kampanye di 3 titik, Komitmen ASR terhadap Pendidikan Patut di Acungi Jempol, Warga Konsel Apresiasi atas Delapan Program Unggulan

3. Melaporkan Hakim Pengawas Pengadilan Tinggi

Untuk meminta evaluasi dan pertanggungjawaban atas pengawasan eksekusi yang dianggap tidak dijalankan sesuai hukum acara.

Rahman menegaskan pihaknya tidak akan membiarkan kejanggalan ini berlalu.

Kami akan tempuh semua prosedur hukum yang tersedia. Tidak boleh ada preseden buruk dalam proses eksekusi.”

Rahman juga mengklarifikasi perdebatan mengenai lahan yang dikaitkan dengan berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU). Menurutnya, banyak pihak keliru memahami bahwa HGU yang mati berarti negara mengambil alih lahan atau status kepemilikan menjadi tidak jelas.

Mereka (anggota) membentuk koperasi berdasarkan bukti kepemilikan yang mereka pegang. Ini bukan aset negara. Masing-masing punya bukti kepemilikan,” jelas Rahman.
“Setelah HGU berakhir, lahan kembali ke pemilik masing-masing. Ini orang tidak paham.

Ia juga menyoroti peran pengadilan dalam proses konstatering atau pencocokan batas yang dilakukan pada 30 Oktober 2025.

Konstatering itu permintaan pengadilan sendiri. BPN bekerja di lapangan mengembalikan tapal batas berdasarkan data HGU yang ada, jelasnya.

Baca Juga:  Jembatan Muna - Buton: Menyatukan Pulau, Menyatukan Harapan

Pernyataan berbeda datang dari Kepala Kantor BPN Kota Kendari, Fajar, S.ST., M.P.A., yang menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menerbitkan surat atau berita acara yang menyatakan ketidakjelasan status lahan Kopperson.

Sikap BPN ini semakin memperumit situasi, karena memunculkan pertanyaan baru: dasar apa yang digunakan PN Kendari untuk menetapkan putusan Non Executable?

Rahman menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak anggota Kopperson yang diakui dalam putusan berkekuatan hukum tetap.

Putusan yang sudah inkrah wajib dieksekusi. Tidak ada alasan, pungkasnya.

Penetapan Non Executable adalah penetapan pengadilan yang menyatakan suatu putusan tidak dapat dieksekusi.
Biasanya diterbitkan jika:

objek sengketa telah berubah,

putusan tidak jelas,

atau terdapat hal-hal yang membuat eksekusi tidak layak dilakukan.

Namun, dalam kasus Kopperson, kuasa hukum menilai penetapan ini ganjil karena diterbitkan setelah proses eksekusi sudah berjalan.

 

. . . . . . . . . . . .

Komentar