PT ST Nikel Resources Abaikan Keputusan RDP DPRD Sultra, Warga Tahan Truk Ore di Abeli

News99 views

Tim Terpadu Dinilai Mandul, Regulasi Pertambangan Dilanggar Terbuka

SultraLumbungsuaraindonesia.com
Keputusan resmi hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara bersama tim terpadu dan pihak pemberi izin kepada PT ST Nikel Resources, tampaknya hanya menjadi dokumen formal tanpa kekuatan di lapangan. Tiga hari setelah rapat yang menghasilkan dua keputusan tegas itu, perusahaan justru masih melakukan aktivitas houling ore nikel secara mandiri tanpa memenuhi ketentuan yang telah disepakati.

Dalam RDP yang berlangsung Selasa, 28 Oktober 2025, Komisi III menyoroti pelanggaran aktivitas pengangkutan ore yang dilakukan PT ST Nikel Resources. Hasil rapat tersebut menghasilkan dua poin keputusan penting:

Perusahaan diwajibkan menggunakan jembatan timbang di lokasi (site) pengambilan ore atau nikel. Setiap truk pengangkut wajib memiliki bukti hasil timbang (print out) dari site menuju jeti dengan batas maksimal 8 ton per ritase, guna menghindari terjadinya kelebihan muatan (overload) yang dapat merusak jalan umum.

PT ST Nikel Resources dilarang melakukan aktivitas houling secara mandiri. Pengangkutan harus dilakukan melalui pihak ketiga yang memiliki Izin Usaha Penunjang Jasa Pertambangan (IUJP) yang sah sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Namun dua poin ini, yang seharusnya menjadi acuan hukum dan moral dalam tata kelola pertambangan di daerah, ternyata diabaikan.

Baca Juga:  Koalisi Parpol Pengusung  Bertekad Penuh Menang Mutlak di Kota Bau-Bau Untuk ASR - HUGUA

Tiga Hari Usai RDP, Truk Dihentikan Warga
Kamis dini hari (30 Oktober 2025), atau hanya tiga hari pasca-RDP, masyarakat di wilayah Abeli Dalam, Kota Kendari, menahan beberapa armada truk pengangkut ore yang diduga milik PT ST Nikel Resources. Penahanan ini dilakukan sebagai bentuk protes atas sikap perusahaan yang tidak mematuhi hasil keputusan dewan.

Dari hasil pemeriksaan warga, ditemukan surat jalan truk dalam kondisi kosong, tanpa keterangan berat hasil timbangan dari site bukti kuat bahwa perusahaan belum menerapkan kewajiban penggunaan jembatan timbang sebagaimana diputuskan dalam RDP.

Ini jelas pelanggaran. Sudah ada keputusan resmi dari DPRD, tapi mereka tetap jalan seperti biasa. Kalau begini terus, masyarakat yang dirugikan, kata salah seorang warga yang ikut menghentikan truk tersebut.

Pada saat yang sama, laporan serupa juga datang dari jalur Puuwatu hingga Jembatan Teluk Kendari, di mana truk-truk pengangkut ore melintas melewati jalan umum yang semestinya tidak boleh dilalui kendaraan tambang. Jalur itu merupakan akses vital masyarakat dan bukan bagian dari jalan industri.

Sikap abai PT ST Nikel Resources terhadap keputusan dewan membuat banyak pihak menilai perusahaan ini kebal hukum”.
Keputusan RDP itu jelas, mengikat secara moral dan administratif. Kalau perusahaan bisa seenaknya melanggar tanpa ada sanksi, berarti tim terpadu tidak berfungsi. Ini bisa menjadi preseden buruk,  ujar seorang anggota Komisi III DPRD Sultra yang enggan disebut namanya karena belum ada pernyataan resmi lembaga.

Baca Juga:  LPPK Minta Kejati Sultra Untuk Segera Memanggil dan Memeriksa Kepala Badan Penghubung Sultra di Jakarta

Tim terpadu sendiri terdiri dari unsur Dinas ESDM, Dinas Perhubungan, aparat penegak hukum, serta pengawas lingkungan. Namun sejauh ini belum ada langkah konkret atau tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan perusahaan.

Menurut informasi yang diperoleh redaksi, PT ST Nikel Resources tetap melakukan pengangkutan ore secara mandiri setelah memutus kontrak kerja sama dengan PT Pancar Alam Lestari (PAL)  satu-satunya mitra resmi perusahaan yang memiliki IUJP aktif.
Artinya, sejak pemutusan kontrak tersebut, seluruh kegiatan houling yang dilakukan perusahaan tidak lagi menggunakan jasa pihak berizin, melainkan dilakukan dengan armada internal atau sewaan tanpa dasar hukum yang sah.

Praktik semacam ini melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik, serta berpotensi melanggar Pasal 128A UU Minerba yang mewajibkan penggunaan perusahaan berizin dalam kegiatan penunjang tambang.

Selain menyalahi regulasi, pelanggaran ini berpotensi menimbulkan kerusakan infrastruktur di wilayah perkotaan, terutama pada ruas jalan yang tidak dirancang untuk dilalui truk tambang dengan muatan berat. Jalur yang dilalui armada nikel di Abeli dan Puuwatu adalah jalan umum yang setiap hari digunakan warga.
Kelebihan muatan (overload) yang dilakukan secara terus-menerus dapat mempercepat kerusakan jalan dan menimbulkan debu tebal yang mengganggu kesehatan masyarakat.

Baca Juga:  Aliansi Pemuda Pemerhati Daerah Konut "Ungkap Tabir Pemblokiran Jembatan Bailey di Kecamatan Oheo

Ini bukan hanya soal tambang, tapi soal keadilan ruang publik. Jalan kota bukan untuk tambang,” ujar seorang aktivis muda lingkungan di Kendari.

Kasus PT ST Nikel Resources memperlihatkan kesenjangan antara keputusan politik dan penegakan hukum di tingkat daerah. Ketika keputusan RDP yang sudah ditandatangani pimpinan DPRD tidak dihormati, maka kepercayaan publik terhadap fungsi pengawasan legislatif ikut dipertaruhkan.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT ST Nikel Resources maupun dari tim terpadu Pemprov Sultra. Upaya konfirmasi yang dilakukan melalui telepon dan pesan singkat kepada pihak perusahaan belum mendapat jawaban.

Keputusan RDP Komisi III DPRD Sultra pada 28 Oktober 2025 merupakan tindak lanjut dari banyaknya laporan masyarakat tentang aktivitas houling ilegal dan kerusakan jalan di Kendari akibat pengangkutan ore nikel. Kasus ini menjadi simbol lemahnya tata kelola pertambangan di daerah, di mana regulasi seringkali berhenti di atas kertas, sementara praktik di lapangan berjalan tanpa kontrol.

. . . . . . . . . . .

Komentar