Merawat Demokrasi di Era Digital: Deputi Kominfo Kemenko Polkam Buka Seminar Literasi di Kendari

News50 views

KendariLumbungsuaraindonesia.com Perkembangan teknologi digital yang kian pesat membawa dua wajah berbeda bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Di satu sisi, digitalisasi membuka ruang partisipasi publik yang lebih luas, memperkuat transparansi, dan mendukung demokrasi. Namun di sisi lain, derasnya arus disinformasi, hoaks, dan ujaran kebencian menjadi ancaman nyata bagi persatuan bangsa.

Kekhawatiran itulah yang mengemuka dalam Seminar Literasi Digital: Merawat Demokrasi, Menangkal Disinformasi yang digelar di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (2/9/2025). Acara ini dibuka secara resmi oleh Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kemenko Polhukam, Marsekal Muda TNI Eko Dono Indarto.

Seminar tersebut dihadiri oleh ratusan peserta dari beragam kalangan, mulai dari mahasiswa, dosen, guru, Aparatur Sipil Negara (ASN), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga insan pers. Kehadiran lintas generasi ini menjadi bukti nyata bahwa literasi digital bukan hanya isu teknis, melainkan agenda bersama untuk menjaga kualitas demokrasi Indonesia.

Tantangan Disinformasi dan Era Post-Truth.
Dalam sambutannya, Eko Dono Indarto menegaskan bahwa derasnya arus informasi digital tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas kebenaran.

Baca Juga:  Polri Menyusupkan Intelnya Kedalam Pers* Ketua Umum PJI "" Polri Sudah Tak Punya Etika Lagi.**

Fenomena ruang gema (echo chamber) dan era post-truth menjadikan informasi menyesatkan lebih mudah tersebar dan dipercaya, bahkan sering kali mengalahkan data, fakta, dan akal sehat, ujarnya.

Ia menilai, jika tidak ditangani serius, hal tersebut dapat memperlemah kohesi sosial, memperuncing polarisasi politik, serta mengancam stabilitas keamanan nasional.

Sayangnya, indeks literasi digital Indonesia masih tergolong rendah. Survei Status Literasi Digital Kementerian Kominfo tahun 2022 mencatat skor nasional hanya 3,54 dari skala 5, masih berada di kategori “sedang”. Sementara itu, Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2024 menunjukkan angka 43,34 dari skala 100, menandakan masih lemahnya kesadaran publik dalam memverifikasi informasi serta memahami dampak sosial aktivitas digital.

Rendahnya kesadaran publik terhadap jejak digital, ancaman siber, serta dampak sosial dari informasi yang tidak akurat semakin memperburuk situasi, tambahnya.

Sultra, Pintu Gerbang Timur Indonesia.
Menurut Eko, penyelenggaraan literasi digital di Sulawesi Tenggara memiliki nilai strategis tersendiri. Wilayah kepulauan ini tidak hanya kaya akan keragaman sosial budaya, tetapi juga menjadi pintu gerbang Indonesia di kawasan timur.

Baca Juga:  Sambangi Kediaman Endang SA, Ketua DPW Perindo Sultra minta Restu Hadapi Pilwali Kota Kendari.

Dinamika di Sulawesi Tenggara menjadikan provinsi ini bukan hanya penting dari sisi lokal, tetapi juga signifikan bagi stabilitas nasional, tuturnya.

Literasi Digital sebagai Gerakan Kolektif.
Lebih jauh, Eko Dono menekankan bahwa literasi digital tidak bisa berhenti pada tataran program jangka pendek. Ia harus melembaga, baik dalam pendidikan, kebijakan publik, maupun budaya bermedia masyarakat.

Ada tiga poin penting yang ia garis bawahi:
1. Kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, akademisi, media, komunitas, dan sektor swasta harus bersinergi membangun ekosistem digital yang sehat.

2. Penguatan daya kritis masyarakat. Literasi digital harus diarahkan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi konten menyesatkan yang berpotensi merusak persatuan bangsa.

3. Gerakan berkelanjutan. Literasi digital harus melekat sebagai bagian dari kehidupan berbangsa, bukan sekadar agenda seremonial.

Melalui seminar ini, kita berharap lahir kolaborasi lintas sektoral yang konkret dan berkesinambungan, melibatkan semua elemen bangsa. Jika ekosistem literasi digital kokoh, maka demokrasi akan semakin terjaga, dan ketahanan informasi nasional semakin kuat, pungkasnya.

Suara dari Peserta: “Kami Sering Bingung Memilah Informasi”
Seminar ini tidak hanya menjadi ruang sosialisasi, tetapi juga wadah berbagi pengalaman. Siti Aminah, mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari, mengaku sering merasa bingung membedakan informasi yang benar dan hoaks, terutama di media sosial.

Baca Juga:  Konsulat Jenderal Amerika Serikat Tandang Ke Kantor Kadin Sultra.

Kadang berita di WhatsApp grup keluarga berbeda dengan informasi di Instagram atau TikTok. Kalau tidak hati-hati, kita bisa cepat percaya dan ikut menyebarkan, ungkapnya.

Hal senada disampaikan La Ode Rahmat, seorang guru SMA di Kendari. Ia menilai hoaks dan ujaran kebencian sering menyasar pelajar melalui platform digital yang mereka gunakan setiap hari.

Anak-anak sering terpapar informasi yang belum jelas kebenarannya. Kami, para guru, merasa perlu mendapatkan pelatihan literasi digital agar bisa mengajarkannya dengan benar di sekolah, ujarnya.

Highlight Data & Pesan Utama:

Data Literasi Digital Indonesia:
Indeks Literasi Digital Nasional 2022: 3,54/5 (kategori sedang)

Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2024: 43,34/100

Tiga Poin Kunci Literasi Digital menurut Kemenko Polkam:
1. Kolaborasi lintas sektor.
2. Penguatan daya kritis masyarakat.
3. Literasi digital sebagai gerakan berkelanjutan.

**LM@**

. . . . . . .

Komentar