Sultra//Lumbungsuaraindonesia.com Di pesisir Soropia yang berangin lembut, deretan perahu kayu milik nelayan Bajo berlabuh di tepian Desa Leppe. Di sinilah denyut kehidupan masyarakat bergantung pada laut sebagai sumber rezeki, kebanggaan, sekaligus tantangan yang tak pernah berhenti berubah. Namun, di tengah keterbatasan dan tekanan ekonomi akibat cuaca tak menentu, sekelompok akademisi dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari datang membawa semangat baru: menggali potensi ekonomi kreatif dari akar budaya masyarakat pesisir.
Kegiatan ini berlangsung pada Kamis, 25 September 2025, di bawah program Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) yang dibiayai oleh dana internal FIB UHO. Tim pengabdi yang dipimpin oleh Dr. Syahrun, S.Pd., M.Si bersama para Dosen Alias, S.Pd., M.Hum., Bainudin, S.Sos., M.Si., Hasdairta Laniampe, S.Pd., M.Sos., dan Sarniati Nuru, S.Pd., M.Hum. berupaya menghadirkan perubahan nyata melalui pendekatan budaya dan pemberdayaan berbasis komunitas.
Selama ini masyarakat Bajo di Leppe hidup dari laut, tapi mereka punya potensi lain yang belum tersentuh. Ada seni, keterampilan tangan, hingga cerita-cerita lama yang bisa diubah menjadi kekuatan ekonomi, ujar Dr. Syahrun. Kami ingin agar program ini tidak berhenti di pelatihan, tapi menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk mengembangkan ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Dari Laut ke Lahan: Menciptakan Ruang Baru bagi Nelayan Bajo.
Desa Leppe, yang berjarak sekitar satu jam perjalanan dari Kota Kendari, dihuni oleh komunitas nelayan Bajo yang masih memegang erat tradisi bahari. Namun, hasil tangkapan yang kian menurun akibat perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan kompetisi antar-nelayan membuat banyak keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan harian.
Melalui program ini, tim FIB UHO memperkenalkan pendekatan baru: memadukan kearifan lokal dengan inovasi ekonomi kreatif. Warga diajak mengenali kembali potensi di sekitar mereka, mulai dari pengolahan hasil laut seperti ikan kering, abon ikan, dan olahan rumput laut, hingga pembuatan suvenir berbasis motif Bajo yang bisa menjadi daya tarik wisata budaya.
Tak hanya itu, tim juga memberikan pelatihan dasar manajemen usaha dan pemasaran digital, membantu masyarakat memahami cara mengelola produk agar bernilai jual lebih tinggi. Beberapa peserta, terutama kalangan perempuan muda, bahkan mulai merancang produk sederhana seperti gantungan kunci dan tas anyaman dengan ornamen laut.
Program seperti ini sangat dibutuhkan, kata Tarpin, Sekretaris Desa Leppe, saat membuka kegiatan tersebut. Kami berharap masyarakat tidak hanya bergantung pada hasil tangkapan laut, tapi juga bisa menciptakan usaha kreatif bernilai ekonomi yang menambah penghasilan keluarga.
Menjembatani Kampus dan Komunitas.
Bagi tim dosen FIB UHO, kegiatan pengabdian ini bukan sekadar implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, melainkan upaya nyata menghubungkan pengetahuan akademik dengan kebutuhan riil masyarakat.
Ilmu sosial dan budaya tidak boleh berhenti di ruang kelas, tutur Alias, S.Pd., M.Hum. “Kami belajar dari masyarakat, dan masyarakat pun mendapatkan manfaat dari pengalaman akademik. Inilah bentuk simbiosis yang paling ideal antara Kampus dan Desa.”
Program ini juga melibatkan mahasiswa sebagai fasilitator lapangan, memberi mereka pengalaman langsung dalam berinteraksi dan membangun kepercayaan dengan masyarakat pesisir. Pendekatan partisipatif seperti ini diyakini mampu menciptakan hasil yang lebih berkelanjutan, karena masyarakat menjadi subjek bukan sekadar objek dari pembangunan.
Budaya Bajo : Sumber Inspirasi yang Tak Pernah Habis.
Selain aspek ekonomi, FIB UHO juga menyoroti pentingnya pelestarian budaya masyarakat Bajo yang sarat nilai-nilai ekologis dan spiritual. Tradisi mereka dalam membaca cuaca, mengenali arah angin, serta menjaga keseimbangan laut menjadi warisan pengetahuan yang berharga di tengah krisis iklim global.
Bagi kami, laut bukan hanya sumber ekonomi, tapi bagian dari kehidupan. Kalau laut rusak, rusak juga hubungan kami dengan alam, ungkap seorang tokoh masyarakat setempat yang hadir dalam kegiatan itu.
Tim dosen menilai, pendekatan budaya justru menjadi kunci untuk mendorong transformasi ekonomi di komunitas pesisir. Dengan mengemas nilai-nilai tradisional dalam bentuk seni, cerita rakyat, dan kerajinan tangan, masyarakat Bajo dapat mengembangkan produk unggulan yang tak hanya menjual barang, tetapi juga menceritakan identitas mereka.
Langkah Kecil Menuju Kemandirian.
Di penghujung kegiatan, suasana akrab terjalin antara warga dan tim FIB UHO. Beberapa warga bahkan menyampaikan ide lanjutan untuk membentuk kelompok usaha bersama yang akan dikelola secara mandiri dengan pendampingan dari Universitas.
Menurut Dr. Syahrun, timnya berencana menjadikan Desa Leppe sebagai desa binaan berkelanjutan, agar program ini tidak berhenti pada satu kali pelatihan. Ke depan, mereka akan menyusun roadmap pengembangan berbasis potensi lokal mulai dari ekonomi kreatif, pelestarian budaya, hingga pendidikan lingkungan bagi generasi muda Bajo.
Kami ingin masyarakat pesisir punya ruang untuk berkembang tanpa meninggalkan identitasnya, tegasnya. “Kemandirian tidak selalu harus meninggalkan tradisi justru dari tradisi itulah lahir kekuatan baru.”
Komentar