Kendari – Lumbungsuaraindonesia.com Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prov. Sultra, Yusmin, S.Pd, M.Si bertindak mewakili Gubernur Sulawesi Tenggara saat membuka Rapat Koordinasi Antar Pemangku Kepentingan perihal Revitalisasi Bahasa Daerah 2025, Ahad malam (4/5/2025)
Dalam sambutannya, Yusmin menyatakan bahwa Pemprov Sultra berkomitmen mendukung penuh langkah pelestarian dua bahasa daerah yakni Bahasa Tolaki dan Bahasa Wolio.
Bahasa daerah yang ada di Sultra ada sekitar 11 bahasa daerah, 5 bahasa pendatang. Kita bersinergi untuk pelestarian. Tahun 2025, kita mau revitalisasi 2 bahasa daerah, Tolaki dan Wolio. Bahasa Tolaki jalan tahun kedua, bahasa Wolio jalan tahun pertama tahun ini. Menurut pemetaan, dua bahasa daerah ini hampir punah, jelasnya.
Sementara itu Kepala Balai Bahasa Prov. Sultra Dewi Pridayanti menjelaskan bahw Program revitalisasi bahasa daerah ini merupakan salah satu program dari Badan Bahasa sendiri dan untuk di Sultra baru berjalan dua (2) tahun sejak 2024, itu pun baru bisa dua bahasa daerah yakni Bahasa Tolaki dan Bahasa Wolio yang disebabkan oleh keterbatasan anggaran, tahun 2024 Bahasa Tolaki dan tahun ini Bahasa Wolio yang kami Programkan, tuturnya, Selasa, 6/5/2025.
Kenapa cuma ke dua (2) ini yang kami Programkan karena menurut hasil penelitian dari badan riset Statistik bahwa ada penurunan dalam pemakaian bahasa sehari-hari yang menggunakan ke dua (2) bahasa daerah tersebut, saya terkadang sangat susah menemukan orang yang menggunakan bahasa daerah tersebut.
Di Sultra banyak suku yang mempunyai bahasa daerah sendiri – sendiri akan tetapi faktor keterbatasan anggaran kami tidak bisa mengakomodir semua, olehnya itu saat kegiatan kemarin kami mengundang semua stake holder disemua Kabupaten untuk hadir dikegiatan tersebut dan alhamdulillah mereka semua hadir, dan kami sampaikan kepada mereka untuk bersama-sama berpatisipasi dengan Program ini dari segi anggaran, harapnya. Di Sulawesi Selatan sendiri baru empat (4) bahasa daerah yang masuk program revitalisasi, lanjutnya.
Tidak ada tendensi apa-apa dan maksud lain terhadap bahasa daerah yang lain di Wilayah Sulawesi Tenggara.
Pernyataan tersebut lantas mendapat reaksi keras dari Dewan Pembina Perhimpunan Masyarakat Muna Indonesia ( PMMI ), Muhammad Basri Matta bahwa terkait dan menyangkut pembangunan daerah Sulawesi Tenggara dan apa saja untuk seluruh wilayah tidak boleh ada pengecualian, apa lagi tolak ukurnya tidak jelas serta sumber rujukannya bukan hasil dari riset Balai Bahasa itu sendiri.
Sebab, akan menimbulkan kecurigaan, kecemburuan dan sentimen kurang baik di masyarakat. Muna dengan keberadaannya tidak bisa hilang atau ditiadakan dalam pembangun daerah ini dalam segala aspek.
Kami meminta klarifikasi kepada Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Pemda Sultra terkait hal ini, tegasnya menyerukan.
Pertanyaannya, kenapa hanya 2 bahasa ini yang menjadi prioritas.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta lapangan jika menggunakan riset dan lain sebagainya.
Tidak ada penjelasan yang ilmiah bahwa bahasa daerah lain mengapa tidak diikutkan juga, sehingga terkesan diskriminasi, pilih kasi dsb. Apakah bahasa daerah lain dianggap sepele? tutup Dewan Pembina Perhimpunan Masyarakat Muna Indonesia, Muhammad Basri Mata.
Komentar