Konspirasi Mengangkangi Hukum 1996, 2018 Kembali Terulang

News35 views

Kendari/Lumbungsuaraindonesia.com Indikasi konspirasi besar kembali mencuat dalam polemik lahan Tapak Kuda, Kendari. Kasus yang berakar pada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak 1995 itu kini kembali menimbulkan tanda tanya besar.
Diduga, ada keterlibatan oknum di lingkungan Pengadilan Negeri Kendari dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam rangkaian peristiwa yang dinilai tidak sejalan dengan Amar Hukum Negara.

Dugaan tersebut menguat setelah muncul dua surat yang diterbitkan pada tanggal yang sama, 27 Oktober 2025  satu surat pemberitahuan jadwal konstatering dari Pengadilan Negeri Kendari kepada pemohon, KOPERSON, dan satu lagi surat dari BPN Kota Kendari kepada pengadilan.
Kedua surat itu menimbulkan kecurigaan publik karena memuat arah kebijakan yang berlawanan dengan Dokumen resmi Negara.

BPN Diduga Mengingkari Produknya Sendiri.

Dalam surat yang dikirim BPN, termuat kalimat yang diduga menyatakan bahwa “objek milik KOPPERSON tidak jelas.”
Padahal, HGU KOPPERSON yang diterbitkan oleh BPN sendiri sejak 1981, lengkap dengan surat ukur dan sertifikat resmi yang masih terarsip sah hingga hari ini.

Kuasa Khusus KOPPERSON, Fianus Arung, menyebut pernyataan itu sebagai bentuk pengingkaran terhadap produk hukum lembaga sendiri.

Ironis. Lembaga yang menerbitkan surat ukur dan sertifikat resmi kini justru meragukan produknya sendiri, ujar Fianus Arung di Kendari.

Salah satu pejabat Kanwil BPN Sultra, LM Ruslan Emba dalam sebuah wawancara pers bahkan pernah menyampaikan bahwa sertifikat milik KOPPERSON dapat dan telah “didudukkan” secara administratif beberapa tahun lalu  sebuah pengakuan yang menegaskan keabsahan administrasi KOPPERSON. Anehnya di lain kesempatan iya malah mengatakan hal lain yang bertentangan dengan pernyataan awalnya.

Namun kini arah kebijakan antara Kanwil BPN Sultra dan Kantor Pertanahan Kota Kendari tampak tidak sejalan. Fungsi pengawasan melemah, koordinasi tidak efektif, dan arah kebijakan justru dinilai kabur.

Baca Juga:  Tinjau 91 Command Center, Kapolri dan Panglima TNI Jamin Kesiapan Personel Jelang KTT ASEAN

Tanggal Ganda, Jejak Ganda.

Tanggal 27 Oktober 2025 kini menjadi perhatian serius.
Pada hari yang sama, Pengadilan Negeri Kendari menerbitkan surat pemberitahuan pelaksanaan konstatering, sementara BPN Kota Kendari melayangkan surat ke pengadilan yang berisi pernyataan keberatan terkait kejelasan objek lahan.

Diduga, kedua surat itu menjadi bagian dari langkah koordinasi tertutup yang mengarah pada pembentukan narasi bahwa objek sengketa KOPPERSON “tidak jelas”.

Namun data yang dimiliki KOPPERSON menyebut seluruh dokumen, peta, dan sertifikat HGU masih utuh, lengkap, dan terdaftar sah dalam arsip negara.

Pelaksanaan konstatering di lapangan juga menimbulkan tanda tanya.
Dari informasi yang diterima, pihak kepolisian disebut menyiapkan lebih dari 800 personel, namun hanya sekitar 10 petugas yang benar-benar terlihat aktif di lokasi.
Sementara itu, BPN memang hadir, tetapi kehadirannya dinilai sebatas formalitas tanpa menunjukkan dukungan substantif terhadap produk hukumnya sendiri.

Mereka hadir secara administratif, tapi tidak menjalankan perintah hukum. Ini preseden buruk bagi negara hukum,” tegas Fianus.

Kelangkaan Eksekusi & Cacat Non -Eksekutabel.

Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Kendari mengeluarkan surat non-eksekutabel terhadap putusan inkrah tersebut diduga cacat syarat dan hukum.
KOPPERSON mengklaim bahwa objek yang disebut “tidak jelas” adalah pembohongan besar — karena mereka sanggup menunjukkan batas-batas wilayah HGU miliknya secara resmi.

Keputusan Ketua PN Kendari yang mengeluarkan surat non-eksekutabel adalah cacat syarat dan hukum. Sebab objek yang dikatakan tidak jelas adalah pembohongan besar. KOPPERSON mampu tunjukkan batas-batas wilayah HGU miliknya, ujar Fianus Arung.

Praktik hukum menyebut bahwa putusan non-eksekutabel hanya sah jika unsur hukum seperti objek tidak ada atau tidak jelas yang tidak dapat dieksekusi.
Dalam kasus ini, KOPPERSON menilai semua syarat non-eksekutabel tersebut tidak terpenuhi — yang berarti putusan inkrah seharusnya dieksekusi, bukan sebaliknya.

Baca Juga:  Personel Ditsamapta Polda Sultra Respon Cepat Bantu Padamkan Kebakaran di Kawasan Perumahan TPA Puuwatu

Upaya Menutupi Dosa Lama : Penerbitan SHM di atas HGU Aktif.

KOPPERSON menilai bahwa langkah BPN yang meragukan kejelasan objek lahan diduga berkaitan dengan upaya menutupi kesalahan administratif masa lalu.
Berdasarkan data investigatif, ditemukan adanya penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas lahan HGU milik KOPPERSON yang masih aktif sejak 1981.
Bukti menunjukkan bahwa SHM terbit pada 1986, di atas lahan yang sama, dan kini di atas tanah tersebut berdiri rumah sakit swasta milik pihak pribadi.

Inilah akar dari kekacauan Tapak Kuda. SHM terbit di atas HGU aktif milik KOPPERSON. Bahkan setelahnya, masih banyak sertifikat yang muncul diduga demi meraup untung pribadi. Kini mereka seperti ingin menghapus jejak itu dengan menyebut objek kami tidak jelas, ungkap Fianus Arung.

Langkah BPN ini dianggap sebagai penyangkalan terhadap kesalahan institusional yang telah terjadi puluhan tahun silam. Dengan menyebut objek sengketa tidak jelas, mereka seolah menutup “dosa sejarah penerbitan ganda yang kini menimbulkan konflik berkepanjangan.

Narasi “Demi Rakyat” Dinilai Tidak Sejalan dengan Fakta Lapangan.

Sejumlah pihak yang mengklaim membela “rakyat Tapak Kuda” disebut justru mengamankan kepentingan para pemodal besar.
KOPPERSON menilai bahwa di atas lahan sengketa tersebut kini berdiri hotel, rumah sakit swasta, gudang, dan bangunan komersial  bukan permukiman rakyat kecil.

Kalau benar demi rakyat, mengapa yang berdiri di atas tanah itu justru milik pengusaha besar dan pihak swasta? ujar Fianus Arung.

KOPPERSON menegaskan, jika tanah tersebut benar diklaim sebagai milik negara, maka semestinya pemerintah membebaskan lahan warga kecil yang sudah bermukim puluhan tahun, bukan mempertahankan bangunan-bangunan megah milik para pemodal yang diduga menjadi donatur gerakan mengatasnamakan rakyat Tapak Kuda.

Baca Juga:  Daftarkan Calegnya Ke KPU Kota Kendari Hari Ini, Ketua DPC PDIP Optimistis Raih Satu Pintu Calon Walikota.             

Mafia Lahan Diduga Terlalu Cepat Merayakan.

KOPPERSON menilai pihak-pihak yang disebut sebagai mafia lahan Tapak Kuda terlalu cepat merasa menang setelah proses konstatering berjalan, dan PN keluarkan surat tidak dapat eksekusi.
Menurut Fianus, langkah itu belum mengakhiri perjuangan hukum.

Kami tidak akan tinggal diam. Kami melawan dengan hukum, bukan dengan kekuatan tersembunyi, ujarnya.

KOPPERSON bersama Relawan Keadilan menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya soal kepemilikan tanah, tetapi juga mempertahankan wibawa hukum negara.
Mereka menilai, pihak-pihak yang pernah kalah secara hukum kini justru mendapat perlindungan dari oknum penyelenggara negara yang diduga mengangkangi produknya sendiri.

Warga Diperalat, Kepentingan Besar Menari.

Dalam hasil pemantauan KOPPERSON, warga Tapak Kuda diduga hanya dijadikan alat pembenaran moral dalam konflik ini. Yang sebenarnya dibela  menurut mereka  adalah jaringan kepentingan bisnis dan kelompok modal besar yang beroperasi di balik layar.

KOPPERSON menyebut telah berulang kali membuka ruang dialog bagi warga namun tak pernah direspons.

Kami sudah ajak duduk bersama. Tapi ternyata yang berbicara bukan warga asli, melainkan kekuatan besar yang bersembunyi di balik nama mereka, kata Fianus Arung.

Negara Masih Berutang Keadilan, relawan keadilan akan terus melawan

KOPPERSON menegaskan bahwa negara masih memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menuntaskan putusan inkrah tahun 1995. Menurut mereka, kegagalan menjalankan amar putusan tersebut adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip supremasi hukum.

Kami tidak melawan negara, kami menagih janjinya. Jika hukum bisa dinegosiasikan, maka keadilan hanyalah slogan kosong,”  Fianus Arung, Kuasa Khusus KOPPERSON.

. . . . . . . . . . .

Komentar