Inovasi UHO: Jejak Ilmu, Jejak Manfaat

News5 views

SultraLumbungsuaraindonesia.com  Di tengah hiruk-pikuk tuntutan dunia modern terhadap pendidikan tinggi, Universitas Halu Oleo (UHO) tidak sekadar berdiri sebagai institusi akademik, ia bergerak menjadi agen perubahan. Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), UHO merespon suara zaman: ilmu harus berdampak nyata.

Moto itu menggelorakan satu kata kunci: Kampus Berdampak dan UHO tidak hanya menjadikannya slogan, melainkan landasan operasional riset, pengabdian, dan kolaborasi.

Dari Ruang Seminar ke Lahan Desa.
Riset dan pengabdian tidak boleh berhenti di ruang kelas,  tegas Prof. Nyoman Sudiana, Kepala LPPM UHO, diruang kerjanya, 28/9/2025.                         Kalau ada masalah air bersih, dosen harus turun mencari solusi. Begitu juga persoalan pupuk atau penyakit tanaman, ilmu harus hadir bersama masyarakat.

Konsep itu diterjemahkan UHO lewat KKN Tematik berbasis hasil penelitian. Alih-alih sekadar praktek kepemilikan lahan atau pembangunan fasilitas umum, mahasiswa kini turun langsung ke desa mendesain dan menerapkan teknologi tepat guna: sistem filtrasi air sederhana, pupuk organik dari limbah pertanian, penanganan hama terpadu, hingga edukasi sanitasi dan kesehatan lingkungan. Inisiatif ini menjadikan kampus sebagai laboratorium hidup, dan masyarakat sebagai mitra sejajar, bukan objek semata.

Baca Juga:  Pastikan Situasi Aman Dan Kondusif, Satgas TNI - Polri Sinergi Patroli di KPU dan Bawaslu Sultra

Dukungan Finansial & Insentif Inovasi.
Langkah inovatif semacam itu memerlukan dukungan nyata. UHO menyediakan pendanaan internal, alokasi dana riset dari rektorat, serta insentif publikasi ilmiah, pengurusan paten, dan bimbingan penyusunan proposal untuk pendanaan eksternal.

Meski dana nasional untuk riset sempat menyusut drastis selama pandemi dari sekitar Rp 14 miliar menjadi hanya Rp 2–3 miliar per tahun, UHO tetap bertahan. Jelas dampaknya terasa, tapi rasa syukur kami bahwa rektor tetap alokasikan dana internal yang cukup besar,  ujar Nyoman.

LPPM juga rutin menyelenggarakan pelatihan penulisan proposal eksternal, menghadirkan peneliti dari luar negeri untuk membagikan strategi akses hibah global. Tujuannya: dosen UHO makin kompeten merebut pendanaan dari lembaga nasional maupun internasional.

Kolaborasi Global, Peta Kontribusi Internasional.
UHO tak puas hanya melantai di level nasional. Kampus ini kini membangun jejaring riset dengan universitas dan lembaga dari Jepang, Australia, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa. Mahasiswa UHO semakin aktif dalam magang internasional, dan UHO mulai menerima kehadiran mahasiswa asing yang tertarik pada riset kelautan, perdesaan, dan lingkungan tropis.

Baca Juga:  Irjen Dwi Irianto Bersama Forkopimda Sultra Tinjau Perayaan Ibadah Misa Malam Natal 2024 di Wilayah Kendari

Secara institusional, UHO memiliki 27 pusat penelitian yang mencakup tema lingkungan, gender, konsumsi cerdas, pendidikan, dan lainnya.

Pencapaian ini membawa UHO ke panggung global: per Januari 2024, kampus ini menempati peringkat 2.917 dunia dan ke-113 Asia Tenggara versi The Webometrics Ranking of World Universities.

Wajah Inovasi: Produk & Paten Lokal.
Perjalanan inovasi UHO tidak hanya berhenti di proposal. Bukti nyata muncul lewat hasil-hasil yang dipatenkan. Salah satu contoh adalah Alat Cetak Komposit dari Limbah Plastik dan Sabut Kelapa, yang dikembangkan oleh tim peneliti UHO dan telah diajukan patennya.

Dengan dukungan hak kekayaan intelektual (HKI), kampus mendorong teknologi lokal agar bisa dikomersialkan, dibentuk startup berbasis riset, dan menyentuh sektor produktif masyarakat.

Tantangan & Strategi Keberlanjutan.
Meski penuh semangat, perjalanan UHO menuju kampus berdampak menghadapi hambatan nyata:
Keterbatasan dana eksternal pasca pandemi.
Gap kapasitas peneliti dalam menulis proposal internasional kompetitif.
Transformasi budaya akademik: menggeser orientasi dosen dari “publikasi semata” ke “publikasi + dampak sosial”.

Baca Juga:  Perihal Pembunuhan di Desa Toreo, Polres Konawe Utara masuk Tahap Rekonstruksi

Menanggapi itu, UHO mengadopsi strategi-strategi berikut:
1. Memprioritaskan penelitian interdisipliner yang relevan dengan kebutuhan lokal.
2. Pemanfaatan inkubasi riset di kampus untuk mempercepat prototipe ke produk.
3. Kemitraan dengan sektor publik, swasta, dan LSM untuk memperluas manfaat sosial.
4. Monitoring & evaluasi dampak jangka menengah agar inovasi tidak mati setelah program selesai.

Kampus Berdampak: Standard Baru Perguruan Tinggi.
Pilihan UHO untuk menempatkan “dampak” sebagai tolok ukur kapasitas institusi bukan sekadar retorika — melainkan kebutuhan zaman. Pendidikan tinggi tak boleh lagi berjalan di ruang tertutup, tetapi harus menjadi ujung tombak solusi sosial-ekologis.

Ke depan, UHO menatap tahun 2045 dengan visi jelas: menjadi perguruan tinggi kelas dunia unggul dalam pengelolaan wilayah pesisir, kelautan, dan perdesaan. Semua upaya riset, pengabdian, dan kolaborasi diarahkan untuk memperkuat posisi itu.

Dalam skema besar itu, tiap makalah, Paten, kegiatan KKN, dan inovasi teknologi lokal adalah langkah kecil menuju satu tujuan: ilmiah hadir di dalam denyut kehidupan masyarakat.

. . . . . . . . .

Komentar