Pj. Gubernur Sultra Peroleh Gelar Adat “Kolakino Liwu Pancana” atas Keadilan Restoratif di Buton Tengah

News617 views

Buton Tengah,lumbungsuaraindonesia.com
Pj. Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Komjen Pol (P) Dr. (H.C.) Andap Budhi Revianto, dianugerahi gelar adat “Kolakino Liwu Pancana” oleh Lembaga Adat Buton Tengah. Gelar ini mengandung pengertian “Bangsawan yang paling dimuliakan di Negeri Pancana”. Pemberian gelar berlokasi di Kantor Lama Bupati Buton Tengah. Jumad, 19/04! 2024.

Undang-Undang Martabat Kesultanan Buton menyatakan bahwa seseorang yang diangkat menjadi bangsawan negeri karena keberaniannya, kealimannya, kerelaannya mengorbankan harta benda, dan keterampilannya.

Singkatnya, seseorang karena kelebihannya digunakan atau diabdikan untuk kepentingan membangun dan memajukan kemaslahatan negerinya. Salah satu pertimbangan pemberian gelar kepada Andap adalah pencapaiannya dalam menyelesaikan konflik di Buton Tengah pada saat dirinya menjabat sebagai Kapolda Sultra.

Tanggal 7 Februari 2017 Andap menerapkan prinsip keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam menyelesaikan konflik antar pendukung dalam kontestasi politik. Keadilan restoratif yang diinisiasinya menggunakan metode memediasi bertempat di Kantor Dinas Kesehatan, Kecamatan Lakudo.
Mediasi tersebut berjalan dengan baik, sehingga konflik pun tidak berkelanjutan dan meluas.

“Tidak pernah terbayangkan, pada hari ini saya kembali ke Lakudo untuk menerima anugerah gelar adat dari Ketua Lembaga Adat dan anggota Perangkat Lembaga Adat Kabupaten Buton Tengah atas keadilan restoratif yang saya inisiasi tujuh tahun lalu,” ungkap Andap.

“Jujur saya sampaikan, saya pertimbangkan berulangkali apakah saya pantas mendapat Gelar Adat “Kolakino Liwu Pancana”. Rasanya masih jauh dari optimal pengabdian yang saya lakukan di Bumi Anoa Sulawesi Tenggara tercinta, apalagi dalam kapasitas saya selaku Pj. Gubernur Sultra.”

Andap mengatakan dirinya akhirnya memutuskan menerima penghargaan Gelar Adat ini, karena penganugerahan gelar tersebut menjadi momen berharga untuk menyampaikan gagasan dalam orasi budaya yang berjudul “Hukum Progresif Lahirkan Data Budaya Pancana untuk Kesejahteraan Sosial”.

Andap mengatakan, “Gagasan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan pengabdian saya untuk Bumi Anoa Provinsi Sulawesi Tenggara tercinta.”

Penganugerahan gelar adat Kolakino Liwu Pancana kepada Komjen Pol (P) Dr. (H.C.) Andap Budhi Revianto, S.I.K., M.H ditandai dengan pemasangan kampurui oleh La Gu selaku Parabela Sara Bombona Wulu Buton Tengah.

Selain itu dilakukan pemasangan keris oleh La Andi, S.Sos., selaku Parabela Sara Wasilomata Buton Tengah, dan penyerahan tongkat oleh La Musa, S.Pd. selaku Parabela Sara Lakudo Buton Tengah.

Baca Juga:  Pangdam Jaya Satukan Tiga Pilar Dalam Sarapan Pagi di Monas

Acara adat tersebut dihadiri oleh Pj. Bupati kabupaten Buton Tengah Dr. Drs. H. Andi Muhammad Yusuf, M.Si, Ketua DPRD Bobi Ertanto, S.Pd., M.H., Sekda (H. Kostantinus Bukide, S.H., M.Si, Dandim Letkol. Inf. Ketut Janji, S.H., Ketua Pengadilan Tk, Pimti Pratama Pemprov Sultra, serta Camat dan Lurah se-Kabupaten Buton Tengah.

_____________________

2. Orasi Budaya Pj. Gubernur Sultra : Hukum Progresif, Data Budaya Pancana, dan Kesejahteraan Rakyat.

Buton Tengah, Jumat (19/04/2024) Pj. Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Komjen Pol (P) Dr. (H.C.) Andap Budhi Revianto, dianugerahi gelar adat “Kolakino Liwu Pancana” oleh Lembaga Adat Buton Tengah. Gelar ini mengandung pengertian “Bangsawan yang paling dimuliakan di Negeri Pancana”.
Pemberian gelar berlokasi di Kantor Lama Bupati Buton Tengah. Andap menyampaikan orasi budaya dengan judul “Hukum Progresif Lahirkan Data Budaya Pancana untuk Kesejahteraan Sosial”

Selain sebagai Pj. Gubernur Sultra, saat ini Andap masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Republik Indonesia. Dalam orasi budayanya ia mengingatkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum.

“Seluruh kebijakan yang dijalankan Pemerintah Pusat dan Daerah harus berpijak dan berpayung hukum,” papar Andap.

“Oleh sebab itu, hukum sesungguhnya bukan hanya seperangkat aturan dan penegakan yang terbatas pada penanganan kasus pidana dan perdata warga negara. Bahkan kebijakan pembangunan di segala bidang, dari mulai riset, perencanaan, pengganggaran, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasinya pun harus memiliki dasar hukum.”

Perspektif hukum progresif yang ditawarkan Andap, setidaknya meliputi tiga postulat.

Pertama, hukum bukan sebatas rangkaian norma dan logika hukum yang termuat dalam pasal dan ayat, hukum harus bersifat dan berwatak progresif.

Kedua, hukum progresif merupakan hukum yang menitikberatkan pada berfungsinya hati nurani, terutama pada diri para pejabat publik dan penegak hukum.

Hati nurani di dalam cara pandang hukum progresif, bukan sesuatu yang utopis (mengawang-awang, tidak membumi). Bagi Andap hati nurani harus bisa diimplementasikan melalui empati, kejujuran dan kebenaran.

Ketiga, dalam sistem ketatanegaraan suatu Negara Hukum, maka hati nurani hanya dapat dipraktekan dan berkekuatan hukum, apabila tercermin dalam muatan pasal dan ayat pada berbagai Peraturan Perundangan dari Pusat hingga Daerah.

Baca Juga:  Menghadapi Musim Kemarau Dinas Kehutanan Prov Sultra Bentuk Regu Pengendali Karhutla

“Dalam perspektif hukum yang saya dalami, bahkan perubahan sosial, termasuk kesejahteraan sosial pun tidak akan terwujud tanpa hukum progresif, ” tegas Andap.

“Saya berpendapat dan meyakini bahwa hukum progresif adalah hukum yang sejiwa dan sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Tiga esensi hukum progresif bagi Andap, yaitu pertama merupakan aturan positif negara yang sejatinya harus mampu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. hukum yang memenuhi rasa keadilan publik.

Kedua, hukum progresif adalah hukum yang membuka ruang bagi aspirasi dan partisipasi rakyat (dalam hal ini publik) di dalam pembangunan di segala bidang kehidupan, guna tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Ketiga, implementasi hukum progresif membuka ruang bagi Pemerintahan yang berjalan berdasarkan data yang akurat, aktual dan relevan. Andap berpandangan, “data tersebut hanya bisa diproduksi jika ada norma hukum atau peraturan perundangan progresif, yang memerintahkannya.”

Andap menceritakan bahwa berdasarkan pertimbangan atas pemahaman hukum progresif sebagai Pj. Gubernur ia berjuang keras untuk lahirnya kebijakan hukum progresif, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 3 Tahun 2024 tentang Sistem Pemerintahan Daerah Sulawesi Tenggara Berbasis Data Presisi.

Perda tersebut diluncurkan ke publik pada acara Musrenbang Sultra 2024 (18/04/2024) di Kendari.

“Peraturan Daerah ini menjadi landasan penting bagi lahirnya kebijakan pembangunan di segala bidang yang berpedoman pada data dasar yang akurat, aktual dan relevan. Dengan demikian, maka pembangunan pun menjadi lebih tepat sasaran, efektif, efisien dan transparan, serta mampu semakin meminimalisir penyimpangan anggaran negara.”

Andap memaknai gelar adat dari Ketua Lembaga Adat dan Anggota Perangkat Lembaga Adat Kabupaten Buton Tengah yang diterimanya sebagai bertambahnya tanggung jawab yang disematkan di pundak saya.

“Insya Allah, gelar ini merupakan jalan kebudayaan, jalan perubahan sosial, jalan yang juga membutuhkan data yang mampu menggambarkan potensi dan kondisi riil budaya Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten Buton Tengah.”

Baca Juga:  Tim Hukum dibentuk, guna Mengawal Pencalonan Yudhianto Mahardika - Hj Nirna Lachmuddin pada Pilwali Kota Kendari 2024

Andap berpendapat bahwa data budaya acapkali luput dari perhatian semua Instansi, padahal data budaya adalah aset serta potensi yang merupakan modal dan kekuatan ekonomi untuk mempercepat kesejahteraan rakyat.

Pj. Gubernur Sultra ini mengambil contoh ekonomi Korea yang menguat melalui industri kebudayaan yang ditopang riset untuk reproduksi data budaya. Menurutnya, dengan kekuatan potensi budaya Korea yang tergambarkan dalam data budayanya, dunia pun diguncang dengan tersebarnya budaya Korea secara global mulai tahun 1990-an, yang dikenal dengan Korean Wave.

“Hidup ini singkat, saya tidak ingin sia-siakan amanah dari Ketua Lembaga Adat Beserta Anggota Perangkat Lembaga Adat Kabupaten Buton Tengah. Karena itu, saya berikan dukungan penuh kepada Pemkab Buton Tengah untuk segera menerbitkan aturan hukum, berupa Peraturan Bupati Tentang Sistem Pemerintahan Daerah Kabupaten Buton Tengah Berbasis Data Presisi, ” tegas Andap.

Pada orasinya Andap, selaku Pj. Gubernur Sultra telah menginstruksikan kepada jajaran Pemprov Sultra untuk memberikan dukungan kebijakan anggaran, pendampingan dan sumber daya lainnya kepada Kabupaten Buton Tengah untuk segera menjalankan pendataan presisi di 67 Desa/10 Kelurahan. Ia memerintahkan agar melibatkanPerguruan Tinggi dan juga Masyarakat Adat agar pendataan mampu melahirkan data budaya berwujud (tangible) dan tak berwujud (intangible) Bumi Pancana pun akurat dan aktual.

Data budaya bukan hanya untuk inventarisir aset budaya. Andap menjelaskan, “data budaya menjadi modal industri budaya yang berkarakter Indonesia. Data budaya Pancana yang kita perjuangkan adalah data yang bersifat dinamis.
Data tersebut menggambarkan potensi ekonomi yang jika dikelola dengan baik dan benar akan menjadi kekuatan ekonomi.”

Di akhir orasi budaya, Andap menyitir falsafah Buton, yaitu: Yinda-Yindamo Arataa Somanamo Karo (Harta Rela Dikorbankan Demi Keselamatan Diri), Yinda-Yindamo Karo Somanamo Lipu (Diri Rela Dikorbankan Demi Keselamatan Negeri), Yinda-Yindamo Lipu Somanamo Sara (Biarkan Negeri Hancur Asal Pemerintah/Adat Selamat), Yinda-Yindamo Sara Somanamo Agama (Biarkan Pemerintah/Adat Hancur Asal Agama Tetap Selamat).

Keempat falsafah tersebut merupakan implementasi dari Bhinci-Bhinciki Kuli (Apabila mencubit diri sendiri terasa sakit, maka jangan lakukan hal serupa kepada orang lain.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Komentar